--> بِسْــــــــــــــــمِاﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Kamis, 16 Januari 2014

ROCK CLIMBING

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang ditempuh sulit atau mudah, maka dalam pemanjatan dibuat penggolongan tingkatan kesulitan setiap lintasan. Setiap daerah mempunyai system tingkat kesulitan sendiri – sendiri, tergantung karakter tebing atau gunungnya. Klasifikasi tingkat kesulitan ini juga tergantung pada temperamen dan phisik sipemanjat, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan tebing dll.
Pada tahun 1930 – an, Sierra Club mengembangkan system kelas untuk pendakian gunung di Amerika. Penggolongan kelas ini berkaitan dengan penggunaan alat dan tehnik untuk setiap lintasan
a.     Class 1        Berjalan tegak tidak perlu perlengakapan dan tidak perlu tehnik khusus.
b. Class 2     Medan bertambah sulit dibutuhkan perlengkapan kaki yang memadai dan dibutuhkan tehnik scrambling.
c.   Class 3    Pendakian semakin terjal diperlukan teehnik tertentu, tali-tali pengaman belum dibutuhkan. Tali hanya diperlukan bagi mereka yang belum berpengalaman
d.   Class 4       Kesulitan semakin bertambah diperlukan tali pengaman dan piton sebagai jangkar.
e.   Class 5       Rute yang dilalui semakin sulit, peralatan berfungsi sebagai pengaman. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkat, semakin tinggi angka dibelakangnya semakin tinggi tingkat kesulitannya : 5.1  -  5.13
f.    Class 6    Tebing tidak lagi memberikan pegangan, celah, rongga atau gaya geser yang diperlukan untuk memanjat. Untuk itu pendakian sepenuhnya tergantung pada peralatan. Kelas ini sering disebut kelas A, dan terbagi menjadi 5 tingkat.
Akhir tahun 1950-an, dilembah Yosemite – Amerika dikembangkan tingkat kesulitan khusus untuk pemanjat tebing
a.       Grade  1  :  Dapat ditempuh selama 1 jam dengan jumlah pitch 1 - 2.
b.      Grade  2  :  Dapat ditempuh selama 2 – 4 jam dengan jumlah pitch 2 - 4.
c.       Grade  3  :  Dapat ditempuh selama 4 – 7 jam dengan jumlah pitch 3 - 8.
d.      Grade  4  :  Dapat ditempuh selama 7 – 10 jam dengan jumlah pitch 6 - 12
e.       Grade  5  :  Dapat ditempuh selama 1 – 2 hari dengan jumlah pitch 10 - 18.
f.       Grade  6  :  Dapat ditempuh selama lebih dari 2 hari dengan jumlah pitch diatas 15
Sedangkan di Inggris, klasifikasi tingkat kesulitan untuk pemanjatan dinyatakan dengan huruf: E – Easy     ( mudah.), M – Moderate (sedang ), D – Difficult ( sulit ), VD – Very Difficult ( sangat sulit ), S – Severe ( berat ), VS – Very Severe ( sangat berat ), HVS – Hard Very Severe ( sangat berat sekali ),   XS – Extremely Severe ( paling berat ).

Tingkat kesulitan ini tidak mutlak, sebagaimana telah disebutkan diatas, standart lintasan ini masih tergantung banyak hal. Kalau kita mampu melampau sebuah lintasan dengan tingkat kesulitan S disebuah tebing, jangan mengira kita mampu memanjat tebing lain dengan kesulitan yang sama. Sebuah lintasan yang berkali-kali kita panjat tentunya menjadi mudah kita lampaui, karena kita sudah cukup mengenalnya, tidak demikian kalaui kita mencoba lintasan yang baru,. Cobalah lintasan baru, jangan puas dengan lintasan yang itu-itu saja.
Menurut penggunaan alatnya, ada dua macam tehnik pemanjatan yaitu pemanjatan bebas ( free climbing ) dan pemanjatan artificial ( artificial climbing ). Pemanjatan bebas adalah tehnik memanjat tebing dengan menggunakan alat hanya sebagai pengaman, sebaliknya gerak dalam pemanjatan artificial sepenuhnya tergantung alat. Tanpa alat-alat tersebut pemanjat tidak bisa berbuat apa-apa.

PEGANGAN    DAN    INJAKAN

Unsure utama dalam memanjat tebing adalah pegangan dan injakan, terutama dalam pemanjatan bebas. Hal ini dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan cacat batuan tebing berupa tonjolan dan rekahan / celah. Retakan ini ada yang kecil, tetapi ada pula yang berupa retakan besar sehingga seluruh badan dapat menyusup didalamnya. Demikian pula tonjolan, ada yang sangat kecil hingga hanya beberapa jari tangan yang dapat memegangnya, tetapi ada pula yang besar sehingga seluruh jari dapat memegangnya atau seluruh kaki dapat bertumpu diatasnya.
Secara garis besar tonjolan terbagi menjadi tiga macam bentuk yaitu tonjolan datar, tonjolan tajam dan tonjolan lengkung. Berdasarkan bentuk tonjolan ini, maka tangan dapat memegang, menjepit, menekan dan menggegamnya, untuk tonjolan datar atau tajan yang cukup besar, seluruh jari tangan dapat dengan mudah mengegamnya, tetapi adakalanya tonjolan tersebut kecil sehingga hanya beberapa jari tangan saja yang dapat memegangnya.
Untuk gerakan memanjat, tangan dapat pula menekan semua jenis tonjolan, baik tekanan kebawah, keatas maupun kesamping. Khusus untuk tonjolan lengkung, tangan biasanya digunakan untuk menggengam atau menjepit. Adakalanya tonjolan tersebut beitu sempit sehingga hanya beberapa jari tangan saja yang dapat dipergunakan untuk menjepit.
Selain sebagai pegangan, tonjolan-tonjolan dapat pula digunakan sebagai injakan. Untuk tonjolan tajam dan tonjolan datar yang cukup luas, seluruh telapak kaki dapat bertumpu diatasnya, tetapi adakalanya tonjolan tersebut sempit sehingga bagian kaki yang dapat bertumpu hanya ujungnya. Agar tidak tegang dan seimbang, tempatkanlah tumitnya lebih rendah daripada ujung kaki yang bersentuhan dengan tebing. Seringkali tonjolan tersebut begitu sempit sehingga ujung kakipun tidak bisa bertumpu disana. Untuk itu letakkan bagian pinggir sebelah dalam dari ujung kaki itu ditonjolan tersebut. Sepatu yang ringan dan lentur lebih berperan pada tonjolan lengkung, terutama bilamana permukaan batunya bertekstur kasar. Sepatu yang kejur meskipun demikian dapat  digunakan, yakni dengan menempatkan bagian pinggir sebelah dalam ujung kaki.
Celah pada tebing memungkinkan gerak memanjat dilakukan dengan cara menjejalkan             ( jamming ) tangan atau kaki. Pada celah yang kecil baik horizontal maupun vertical, digunakan tehnik menjejalkan jari. Caranya jari-jari disisipkan dicelah tersebut, lalu dengan sedikit putaranjari-jari itu melekat sehingga mampu membantu gerak naik badan. Pada celah yang lebih besar lagi, gerak serupa dapat dilakukan dengan menjejalkan seluruh tangan. Dengan menjejalkan kepalan tangan atau seluruh lengan, gerak yang sama dapat pula dilakukan pada celah yang lebih besar. Bahkan kaki dapat pula digunakan untuk tehnik ini, bilamana perlu dilakukan dengan bantuan lutut. Tehnik menjejal ini membutuhkan latihan yang rutin.
Tehnik pegangan dan injakan ini tergantung pada bentuk dan ukuran cacat batuan tebing bersangkutan, disamping tentunya tekstur permukaan batunya. Sikap yang penting dilakukan oleh seorang pemanjat adalah usaha untuk membagi berat badan secara merata pada tiga tumpuan kaki dan tangan. Artinya, bila satu tangan atau kaki sedang mencari tumpuan maka tangan dan kaki lainnya harus menyangga secara bersama-sama. Usahakanlah berat badan tidak disangga oleh satu tumpuan saja.
Kombinasi pegangan dan injakan kaki menghasilkan gerak memanjat. Pada dasarnya, gerak ini bisa dilakukan secara naluriah oleh semua orang, kendati demikian gerakan memanjat seringkali tidak sesederhana itu, sebab ada bagian –bagian tebing yang kondisinya tertentu sehingga diperlukan suatu tehnik khusus dan secara kontinyu mesti melatihnya. Tehnik memanjat khusus ini merupakan koordinasi yang serasi antara memegang, menekan, menggenggam, menjepit, menginjak, keseimbangan dan kelenturan tubuh
TEHNIK    DASAR    ROCK    CLIMBING
  1. Mengamati untuk mengenal dan menentukan lintasan
  2. Memikirkan tehnik yang akan digunakan.
  3. Mempersiapkan peralatan.
  4. Gerakan memanjat sesuai dengan tehnik dan lintasan yang telah ditentukan.
  5. Tempatkan tubuh sedemikian rupa agar stabil, memberi peluang memanjat dan dapat bertahan lama.

MACAM   -   MACAM    TEHNIK    MEMANJAT
  1. Fase    Climbing
Memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat rongga yang memadai untuk pijakan ( jangan menggunakan tangan untuk menjaga berat badan dan jangan terlalu menempel di dinding,  jangkauan jangan terlalu jauh, gunakan prinsip tiga tumpuan).

  1. Friction    Climbing
Tehnik semata-mata mengandalkan gesekan sebagai gaya tumpu, dilakukan di permukaan tebing yang tidak terlalu terjal, dimana kekasaran permukaannya dapat digunakan untuk menghasilkan gaya gesekan.

  1. Fissure    Climbing
Tehnik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan, seolah-olah berfungsi sebagai pasak.

    1. Jamming
Tehnik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu lebar. Jari tangan, jari kaki dapat dimasukkan kedalam celah hingga menyerupai pasak.

    1. Chimneying
Ada tebing-tebing yang menghadirkan suatu celah vertical yang besar dan luas, sehingga mirip cerobong asap. Untuk memanjatnya diperlukan tehnik khusus yang disebut Chimneying. Caranya, seluruh tubuh pemanjat diselipkan ke dalam celah itu, lalu dengan tekanan atau dorongan ke bagian dinding depan, tubuh kita tersandar dan menempel  di dinding seolah-olah menyumbat cerobong itu. Dengan kombinasi tekanan ke samping dan tekanan ke atas, maka gerakan naik dapat dilakukan oleh pemanjat.
Besar dan kesilnya celah dinding menciptakan variasi gerakan dalam tehnik ini. Wriggling adalah gerakan memanjat dalam tehnik ini yang dilakukan pada celah yang hanya bisa diselusupi tubuh secukupnya saja. Posisi badan dalam celah tersebut hamper vertical, kaki dan lengan bisa ditekuk sehingga pemanjatan dilakukan dengan menyandarkan punggung, pundak dan kaki ke sisi belakang sementara lutut dan telapak tangan mendorong dinding di depan. Bagian atas badan menyumbat celah, sementara kaki ditarik ke atas menjejal celah lalu badan diangkat setinggi-tingginya.
Backing up, salah satu gerakan dalam tehnik ini pula dilakukan apabila celah pada dinding cukup luas hingga badan dapat bergerak bebas serta lengan dan kaki secara penuh dapat menekan atau mendorong dinding yang berhadapan. Satu lagi tehnik dalam chimneying adalah Bridging, yang dilakukan pada celah yang begitu luas atau pada sudut tebing yang lebar sehingga kaki harus mengangkang dan tangan terlentang. Dengan posisi yang lebar itu, sebagian berat badan disangga oleh kedua kaki sementara kedua tangan membantu gerakan naik. Yang pasti, dalam tehnik chimneying jangan mengangkat badan terlalu jauh dari kaki karena akan mengganggu keseimbangan,
    1. Layback
Tehnik ini digunakan pada celah vertical ditebing yang membentuk sudut, baik besar maupun kecil. Tehnik ini biasa pula digunakan pada tebing serpih ( flakes ). Dasar gerakan adalah penggunaan tenaga yang berlawanan arah ( counter force ), yaitu dengan cara menekan atau mendorong dinding di depan dengan kaki, seraya menahan badan dengan tarikan tangan pada celah. Dengan memindah-mindah tarikan tangan dan mengeser-geser tekanan kaki kea rah atas, maka seorang pemanjat dapat melakukan gerakan naik.
Layback adalah suatu tehnik yang sangat melelahkan dan memerlukan pengerahan tenaga yang besar, sehingga gerakan harus secepatnya dilakukan sebelum  tenaga dikedua tangan terkuras. Untuk mengurangi pengerahan tenaga, usahakan agar kedua tangan yang menahan badan dengan tarikan itu terjulur dengan sempurna, sehingga tekanan jatuh ditulang lengan dan tidak sepenuhnya di otot. Dalam tehnik laybacking yang murni, kaki yang menekan atau mendorong dinding didepan harus cukup tinggi, tetapi jangan terlalu tinggi karena akan mempengaruhi kekuatan lengan. Sebelum melakukan gerakan ke atas pastikan bahwa jarak antara tangan dan kaki tidak terlalu lebar, sehingga akan merusak keseimbangan.
Gerakan yang melelahkan dari tehni ini bisa dikurangi apabila kita memanfaatkan injakan jika ada, menjejalkan bagian dalam kaki di celah vertical, disudut tebing bersangkutan. Apabila kita memutuskan untuk melakukan tehnik ini jangan berpikir bahwa di tebing itu kita dapat beristirahat, meletakkan pengaman, atau mengubahnya dengan tehnik menjejal ( jamming ). Seandainya ada bagian tebing yang bisa dilalui dengan tehnik biasa, segera hindari tehnik ini.
  1. Arete
Tehnik ini digunakan pada gigir atau punggungan tebing yang tipis dan tajam ( arete ). Si pemanjat mula-mula duduk seperti menunggang kuda ( chavel 0, lalu kedua tangan secara bersamaan menekan punggungan tebing di depan dan mengangkat tubuh kemudian memindah – mindahkan selangkangan, gerakannyapun lambat sekali
  1. Hand   Traverse
Tehnik memanjat tebing dengan gerak menyamping. Hal ini dilakukan apabila pegangan yang ideal sangat minim dan memanjat vertical tidak dimungkinkan. Tehnik ini sangat rawan karena berat badan tergantung pegangan tangan, sedapat mungkin pegangan tangan dibantu kaki agar berat badan dapat terbagi rata.
  1. Mantelself
Ciri dari tehnik ini terutama penggunaan tangan untuk menekan pinggiran tebing ( ledge ) atau pegangan yang luas agar badan dapat terangkat ke atas. Hal ini dilakukan karena dibagian bawah pinggiran atau pegangan ini tidak terdapat injakan sama sekali. Pada gerakan manleshelfing yang mudah, misalnya pegangan atau pinggiran itu hanya setinggi tangga, kedua telapak tangan yang saling berhadapan satu sama lainnya dapat menekan pinggiran tebing sehingga tubuh kita terangkat. Gerakan ini akan berjalan dengan baik apabila dibarengi dengan tolakan kaki secara berhati-hati.
Apabila pinggiran tebing atau pegangan berada diatas kepala, maka gerakan itu akan diawali tarikan badan oleh tangan sementara bagian kaki memanjat bagian bawah tebing setinggi mungkin. Dengan gerakan yang cepat, siku disentak ke atas hingga sejajar dengan bahu, lalu dengan satu gerakan tangan berubah dari menarik menjadi menekan ke bawah sehingga badan terangkat keatas. Akhiri dari gerakan ini dengan mengangkat kedua kaki secara bergantian hingga menginjak pinggir tebing.
g.  Artificial    Climbing
Tidak semua tebing menghadirkan tonjolan atau celah yang cukup untuk pegangan tangan dan injakan kaki. Tebing berpermukaan datar kadang tidak diimbangi celah atau retakan yang cukup besar untuk pegangan atau jejalan jari sekalipun. Untuk menghadapi tebing seperti ini, dikembangkan suatu tehnik pemanjatan yang sepenuhnya tergantung pada penggunaan alat. Tehnik ini disebut pemanjatan artificial.
Pemanjatan artificial merupakan suatu proses pemanjatan yang lamban dan melelahkan. Kita harus menegakkan badan tinggi-tinggi seraya kedua tangan mencari-cari celah untuk menancapkan piton atau menempatkan anchor. Sambil bergantung dengan kedua tangan, kita harus mengaitkan tali ke anchor atau piton yang lebih tinggi, baru kemudian mengangkat badan untuk mencapai bagian yang tinggi dan harus kembali mencari celah untuk menempatkan anchor atau piton.
Di Amerika tali belaying yang biasa dipakai dalam tehnik ini hanya satu, namun di Eropa digunakan dua tali sekaligur ( diameter 9 mm ). Untuk memudahkan koordinasi antara leader dan belayer didalam penggunaan tali belaying ganda disarankan untuk memakai tali yang berwarna beda. Peralatan lain yang harus disiapkan adalah piton atau chock, karabiner, palu  baik leader maupun belayer, dan tangga gantung baik leader maupun belayer. Gerakan bagi belayer pada dasarnya tidak berbeda dengan gerakan  dalam pemanjatan bebas, namun tidak demikian bagi leader karena dia harus mengikuti prosedur tertentu dalam pemanjatan artifial.
Sebaiknya anchor yang terpasang dicoba terlebih dahulu. Caranya, dengan membebaninya lebih berat daripada badan sipemanjat, yaitu dengan cara berdiri di anak tangga terbawah sambil memberikan sentakan atau lompotan kecil. Tali belaying dapat pula dikaitkan ke karabiner pada anchor di atas leader sebelum melakukan gerakan naik. Cara ini dari satu segi memang menguntungkan karena gerakan naik leader dibantu oleg tarikan tali belaying yang dilakukan belayer, namun dari segi lain membahayakan karena akan memperbesar fall factor. Dengan tarikan tali belaying, leader dapat leluasa memasang piton atau chock, namun hal ini akan melelahkan belayer. Cara lain untuk memudahkan dalam pemasangan anchor, yaitu dengan penggunaan tangga gantung ( stirrup ) oleh si leader sendiri, dengan bubtut sapi yakni ikalan kecil webbing yang dikaitkan di anchor paling atas hingga badan leader menempel di situ. Penggunaan chock dalam sistim ini amat sulit, hal ini disebabkan arah tarikan chock terbatas sehingga penempatannya harus lebih rapat antara chock satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, kalau sebuah chock diletakkan pada tebing menggantung dengan arah tarikan yang baik kea rah bawah maka pemanjat harus menempatkan chock yang lainnya agar dapat melakukan gerakan memanjat berikutnya. Kalau tidak, chock ditebing menggantung itu akan terlepas begitu pemanjat bergerak dan arah tarikan chock berubah.
Tebing menggantung ( overhang ) dan tebing atap ( roof ) adalah medan yang tersulit dalam memanjat tebing. Dalam tehnik ini gerakan untuk melampaui medan seperti itu sangat lamban dan melelahkan disamping memerlukan setidaknya tiga tangga gantung agar dapat terlepas darinya. Dalam hal ini pemanjat harus bersandar dan mendoyong ke belakang dan yang paling dikhawatirkan adalah ketika pemanjat menarik tali belaying, kemungkinan tali tersebut tertekut di beberapa anchor dibawahnya sangatlah besar meskipun pemanjat sudah bertindah hati-hati sehingga dengan sendirinya akan menyulitkan penarikan tali tersebut.

PRINSIP   -   PRINSIP    PEMANJATAN

Dari semua gerakan pemanjatan, keseimbangan ( balance ) adalah unsur yang paling utama. Untuk mencapai keseimbangan usahakan sedapat mungkin berat badan tertumpu pada kedua kaki. Pemanjat tebing pemula sering membuat kesalahan yang merusak keseimbangan, yaitu dengan merapatkan badan ke tebing.  Biasanya ini dilakukan karena rasa takut yang tidak pada tempatnya. Padahal posisi seperti itu menyebabkan berat badan tidak sepenuhnya tertumpu pada kaki sehingga mudah sekali jatuh. Kadang-kadang kita memang perlu merapatkan badan ke tebing, tetapi ini pengecualian dan jarang sekali terjadi. Dengan merapatkan tubuh ketebing maka penglihatan kita akan terbatas, padahal mata sangat menentukan untuk mencari pegangan dan menentukan lintasan. Penglihatan kita harus mampu merekam pegangan dan injakan sebanyak mungkin sehingga tangan dan kaki dengan mudah terkoordinasi.
Pemanjat tebing pemula sering terlalu banyak mengandalkan tangan dan bahu, mengabaikan dukungan alamiah dari sepasang kaki yang kuat. Gunakanlah kaki sebanyak mungkin karena anggota tubuh ini memang berfungsi untuk menyangga badan. Usahakanlah agar tangan digunakan hanya menjaga keseimbangan. Semakin tinggi, tingkat kesulitan tebing memang banyak penggunaan tangan untuk menahan atau menaikkan badan, itulah sebabnya kita harus menghindari penggunaan tangan dan bahu secara berlebihan. Pada saatnya, misalnya ketika akan melampaui overhang kekuatan tangan dan bahu dapat digunakan secara maksimal. Hindarilah sedapat mungkin penempatan tangan pada pegangan yang terlampau jauh,  karena akan menyebabkan otot tangan dan bahu menjadi lebih tegang, sebab harus menarik badan dari jarak jauh. Usahakan agar tangan mencengkeram pegangan-pegangan yang tidak terlampau jauh dari gars bahu.
Gerakan-gerakan yang seimbang dan seirama dilakukan dengan langkah-langkah yang kecil. Rencanakan penempatan kaki terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya, baru kemudian mencari pegangan tangan. Jangan menggerakkan anggota tubuh secara serentak, gerakkanlah salah satu setelah ketiga anggota tubuh yang lain ( tangan dan kaki ) mendapatkan posisi yang baik. Banyak kesalahan yang dilakukan dengan menggerakkan tangan dan kaki secara bersamaan, ini tidak benar karena badan hanya mengandalkan dua tumpuan saja. Melompat untuk mencari pegangan adalah tindakan yang berbahaya.
Setiap pemanjat harus memperhitungkan pengerahan tenaga. Penghematan tenaga dalam hal ini amatlah penting, sehingga pada saat dibutuhkan tenaga ( power ) dapat digunakan secara optimal. Untuk mencapai hal ini amatlah tidak mudah, karena hanya pengalaman dan sering berlatih saja yang dapat menceritakan kepada kita kapan harus menyimpan tenaga dan kapan harus mengeluarkannya secara optimal. Penghematan tenaga dicapai dengan mengkoordinasikan tubuh, yaitu koordinasi antara otak dan tubuh kita. Harus ada keseimbangan antara apa yang terpikir oleh kita dengan apa yang sanggup dilakukan tubuh kita. Koordinasi itu juga menyangkut keseimbangan anggota tubuh, yakni keseimbangan irama anggota tubuh dalam melakukan gerakan memanjat.
Begitu kita berada di bawah tebing, pertama yang harus dilakukan adalah mengamati dan mempelajarinya. Buatlah rencana pemanjatan dan lintasan dengan seksama dan sesuai kemampuan. Kalau tampak sudut yang kelihatan sulit segera analisa untuk mendapatkan pemecahan yang terbaik. Dengan demikian, diharapkan segala kemunbgkinan dapat dihadapi ditebing nanti.


SISTIM    PENDAKIAN
1.       Himalaya    Style
Sistem pendakian yang panjang, untuk mencapai puncak diperlukan waktu yang lama. Pendakian seperti ini biasanya terdiri dari beberapa kelompok dan base camp. Sehingga dengan berhasilnya satu orang menapakkan kakinya dipuncak, maka pendakian dianggap sukses.
2.       Alpine    Style
Pendakian system ini dianggap sukses apabila semua team berhasil mencapai puncak.


PERALATAN    ROCK   CLIMBING
g.      Tali Kernmantel
h.      Webbing
i.        Tali  Prusik
j.        Carabiner
k.      Descender ( Allain, Peck, Brake bar, Figure of Eigth).
l.        Ascender ( Jumar, Clog, Petzl ).
m.    Helm
n.      Harnes ( tali tubuh )  yang berfungsi sebagai pengaman
o.   Sling yaitu seutas tali terbuat dari webbing atau prusik dapat digunakan untuk belaying, runner, anchor dll.
p.      Chock yaitu sebuah sling yang diikatkan pada bandul logam yang berfungsi sebagai pasak. Ada beberapa jenis seperti Hexentrik, stopper dll
q.      Stirup ( tangga ) ada dua jenis yaitu metal rung stirrup dan sling stirrup
r.        Palu
s.       Friend yaitu potongtan logam yang dapat diselipkan dan disesuaikan dengan ukuran celah tebing, alat ini adalah pengembangan dari chock.
t.        Piton ( paku tebing ) terbuat dari chromemolybdenum steel atau soft iron. Ada beberapa jenis seperti lost arrow, bong, bungaboo, angle


PENINGKATAN    KONDISI    PHISIK

Rasanya sangatlah sedih jika seorang atlet mengalami cedera, tetapi sama sedihnya bila kondisi anda memaksa untuk berhenti latihan. Terlepas dari trauma psikologis dari ketidak aktifan semacam ini, para atlet takut, kondisi phisik yang baik atau keuntungan-keuntungan phisik yang didapat melalui latihan akan hilang setelah beberapa hari  atau beberapa minggu tidak melakukan latihan.
Dilain pihak, kita semua mengetahui bahwa beberapa hari istirahat sebelum pertandingan besar, dapat memperbaiki penampilan. Bagaimanakah sebenarnya, tidak aktif latihan disatu pihak dapat memperbaiki penampilan, dilain pihak dapat me-niada-kan keuntungan phisik yang didapat dari latihan ?  Latihan adalah bentuk konstruktif dari stress. Aktivitas phisik yang teratur dapat menyebabkan badan menjadi lebih tahan pada tuntutan latihan, atau dengan perkataan lain kita dapat melakukan dengan lebih baik dan cepat. Selama latihan otot-otot menghendaki energi agar segera di isi kembali. Kadang-kadang sampai 200 kali lebih cepat daripada keadaan istirahat.
Kenaikan kebutuhan energi memberi penekanan pada kemampuan badan untuk menyediakan oksigen dan bahan baker yang diperlukan oleh otot. Dari hari ke hari, stress yang didapat dari latihan memacu otot-otot dan system peredaran darah, untuk tumbuh menjadi kuat dan lebih mampu membentuk energi.
Tetapi apa yang terjadi bilamana stress ini hilang ? Berapa hari-kah kita dapat meninggalkan latihan tanpa mengalami penurunan kesegaran jasmani dan penampilan ? Berapa banyak-kah latihan yang harus dilakukan untuk mengurangi penurunan kesegaran jasmani kita ? Perubahan-perubahan psikologis apa yang menunjukkan penurunan pada pemantapan kondisi ini ?
Perubahan phisik, sebagai hasil dari latihan yang tetap, terjadi pada sel-sel. Dengan bantuan oksigen dan enzim-enzim maka serabut otot memperbaiki kapasitasnya untuk memecahkan gula dalam tubuh kita yaitu glikogen, glucose, serta lemak. Enzim terdapat dalam mithokhondria.
Jika diadakan pemeriksaan laboratorium, dan kita bandingkan otot-otot yang terlatih dengan otot-otot yang tidak terlatih, maka otot-otot yang terlatih mempunyai banyak enzim aktif dan lebih besar serta lebih banyak mithokhondria-nya, sehingga otot mereka mempunyai kemampuan lebih besar dalam menggunakan oksigen dan menghasilkan energi.
Kemampuan otot mengambil oksigen secara maksimal menjadi 2 – 4 kali lebih besar pada otot-otot terlatih. Hal ini berarti, otot-otot tadi dapat menghasilkan energi aerobic 2 – 4 kali lebih cepat.
Sayangnya, kelebihan atau keuntungan yang didapat oleh otot tadi akan cepat hilang, apabila kita berhenti berlatih. Jika karena sesuatu hal kita tidaqk bisa berlatih, misalnya satu minggu, maka energi aerobic dari otot-otot tadi akan menurun sampai 50 % bila dibandingkan sewaktu berlatih teratur.

DETRAINING

Dari penelitian para ahli faal olahraga, ternyata enzim akan menurun dalam waktu 48 jam jika otot yang bersangkutan tidak dilatih. Dan setelah satu minggu lagi tidak berlatih, maka energi aerobic dari otot tersebut sama dengan otot yang tidak terlatih.
Perubahan lain yang penting dengan penghentian latihan adalah yang disebut dengan detraining. Ini adalah keadaan berkurangnya jumlah saluran darah yang kecil-kecil ( kapiler ) disekeliling serabut otot, yang berfungsi mengirim oksigen dan darah untuk membawa bahan baker seperti misalnya glucose dan lemak. Dari penelitian ternyata bahwa jumlah kapiler disekeliling ( setiap ) serabut otot akan menurun lebih kurang 10 – 20 % antara 5 – 12 hari setelah latihan terakhir.
Sebagai akibatnya, pengiriman oksigen ke sel-sel otot ini dan kemampuannya untuk membentuk energi akan menurun secara drastic. Pada waktu yang sama pada detraining, terdapat perubahan yang mencolok pada sistim kardiovaskuler, khususnya kapasitas jantung dalam memompa darah ( cardiac output ) pada penampilan yang maksimal, juga mulai berkurang setelah 5 – 12 hari tidak aktif latihan.
Di dalam kombinasinya, penurunan cardiac output dan berkurangnya aliran darah disekitar serabut otot akan mengurangi tranpor oksigen pada sel-sel otot dan pembuangan sisa metabolisme dari otot yang aktif akan menjadi lamban. Salah satu sisa metabolisme ini adalah asam laktat, sebagai sampingan dari otot pada waktu membentuk energi tanpa oksigen yang cukup.
Atlet yang betul-betul terlatih akan menghasilkan asam laktat sangat sedikit sewaktu melakukan aktivitasnya, selama pengiriman oksigen ke otot-otot masih baik. Dengan penghentian latihan yang selanjutnya menyebabkan kurang baiknya transport oksigen, maka kadar asam laktat akan naik di dalam darah dan otot.
Semua perubahan fisiologis, yang berhubungan dengan kemampuan otot-otot menghasilkan energi ini tidak sama menurunnya apabila kita berhenti latihan. Yang menjadi pertanyaan penting adalah: seberapa cepat penampilan kita akan terpengaruh setelah kita berhenti berlatih ?
Pada umunya tidak nampak adanya penurunan penampilan selama 5 – 7 hari. Jadi, dalam kenyataannya penampilan atlet masih dapat diperbaiki terus setelah 2 – 5 hari tidak aktif latihan. Waktu istirahat semacam itu memungkinkan otot dan system syaraf mengadakan pemulihan dan pembangunan kembali dari stress yang dialami pada waktu berlatih berat. Dengan demikian, memungkinkan pula atlet mempunyai cadangan lebih baik dan menerima latihan ketahanan          ( endurance ) yang lebih baik.
Mengambil istirahat beberapa hari sebelum bertanding adalah kebiasaan beberapa atlet. Dengan istirahat dan makan banyak karbohidrat, cadangan bahan baker dari otot berupa glikogen akan bertambah. Ini berguna bagi penyediaan cadangan energi yang dibutuhkan untuk dapat mengadakan penampilan yang baik.
Latihan memegang peranan yang penting pada proses penyimpanan glikogen otot. Para atlet yang betul-betul terlatih, cukup istirahat, dan pengaturan makanannya sempurna ( dengan cukup karbohidrat ), mempunyai glikogen otot yang lebih banyak daripada mereka yang tidak terlatih. Dengan adanya detraining, maka kelebihan ini akan hilang akibat ketidak mampuan menyimpan, dan pada minggu ke 4 setelah tidak aktif melakukan latihan maka akan hilang semua.
Perubahan-perubahan tersebut diatas dapat dirasakan para atlet sebagai ketidak mampuannya melakukan aktivitasnya atau berlatih keras pada dua hari berturut-turut atau lebih yang berurutan. Sehubungan dengan adanya tranformasi phisik yang menyertai detraining, maka perlu dipertanyakan seberapa banyak dan seberapa sering kita memerlukan latihan untuk memelihara kondisi ?
Dari pengalaman ternyata atlet yang terlatih dapat memelihara kondisi phisik 30 – 50 menit setiap 2 – 3 hari tanpa mengalami kerugian fisiologis. Untuk memperbaiki daya tahan tubuh          ( endurance ) kita, otot-otot dan peredaran darah kita harus dilatih sampai lebih tinggi daripada batas kemampuan. Tetapi, stress semacam itu tidak perlu kalau hanya untuk memelihara kesegaran jasmani.
Yang penting disini adalah, jika kita harus kehilangan beberapa hari latihan, hendaknya dijaga jangan sampai kehilangan kondisi yang telah kita capai dengan susah payah. Setelah beberapa mingu atau beberapa bulan tidak berlatih, kita dapat mengharapkan kondisi kita kembali dengan jalan melakukan latihan yang keras beberapa kali saja.
Seberapa cepat kita dapat mencapai kesegaran jasmani kita kembali, tergantung dariu lamanya kita tidak berlatih dan aktivitas apa yang kita lakukan pada periode detraining. Lamanya pemantapan kondisi kembali tidak tergantung apakah kita telah melakukan latihan selama enam bulan atau enam tahun. Jika tidak melakukan latihan selama delapan bulan atau sepuluh minggu, maka akan terhapus 80 – 100 % perbaikan kondisi kita. Dari sini jelas, bahwa keuntungan fisiologis dari latihan hanya sebentar jika aktivitas latihan yang teratur dihentikan.

BEBERAPA    PRINSIP    LATIHAN

Untuk memperbaiki prestasi, atlet harus melakukan latihan. Tetapi mengapa banyak atlet yang melakukan latihan tetapi prestasinya tidak kunjung naik, sehingga  mereka akhirnya bosan latihan. Memang, ada prinsip yang harus dipenuhi agar latihan menghasilkan prestasi lebih baik daripada sebelumnya. Setiap atlet harus ingat hal ini, tentunya tidak untuk dilakukan sekaligus seluruhnya dalam satu kali latihan.

PRINSIP  I  :  LATIHAN  DENGAN  BEBAN  LEBIH  (  OVERLOAD  )
Prinsip pertama yang harus ditekankan pada para atlet adalah latihan dengan beban lebih. Beban pada waktu melakukan latihan memang harus merupakan beban lebih daripada sebelumnya, agar kemampuan kardiovaskuler ( jantung dan peredaran darah ) serta kemampuan otot-otot kerangka dapat berkembang terus. Konsep latihan dengan beban lebih terutama berhubungan erat dengan intensitas latihan.
Dalam pembicaraan prinsip pertama ini, kita mencari persamaan antara beban lebih dengan intensitas latihan. Suatu missal dalam latihan kekuatan, latihan dengan beban lebih adalah mencoba memberikan beban sedikit lebih besar daripada sebelumnya atau memberikan ulangan lebih banyak sewaktu mengangkat beban. Latihan dengan beban lebih jangan disamakan dengan latihan yang berlebihan ( overtraining ).

PRINSIP  II  :  KEKHUSUSAN   LATIHAN
Dengan kekhususan latihan diartikan bahwa latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilih serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih tadi. Seorang yang ingin menjadi pemanjat tebing yang baik haruslah berlatih ( untuk penguatan otot kaki serta tangan )  dan secara aktif latihan panjat tebing. Tentunya ada strategi-strategi tambahan yang perlu diikuti oleh para atlet. Atlet harus melatih dirinya mengenai komponen-komponen pemanjatan seperti balance, kelenturan, kecepatan dan tehnik menyimpan tenaga. Kekhususan ini juga meliputi waktu, yang berarti sebaiknya jika melakukan latihan waktunya sama dengan waktu pertandingan.

PRINSIP  III  :  LATIHAN   HARUS   PROGRESIF
Dalam hal ini, ditekankan supaya atlet memperpanjang waktunya berlatih secara progresif dalam keseluruhan program latihan. Ini dilakukan setelah beberapa minggu, bulan atau tahun sebagai persiapan menjelang pertandingan. Misalnya seorang atlet yang telah membiasakan berlatih  65 – 75 % dari kemampuannya selama 30 – 50 menit, harus memperpanjang kemampuannya 60 – 90 menit dari intensitas yang sama ( 65 – 75 % ), dengan harapan terjadi kenaikkan atas penampilan keseluruhannya.

PRINSIP  IV  :  LATIHAN  HARUS   TERATUR
Prinsip dari latihan yang teratur menyatakan bahwa atlet harus mau berlatih hamper setiap hari untuk memperbaiki penampilannya. Keteraturan melakukan latihan olahraga ini menjadi pula latihan disiplin, latihan menguatkan mental dan suatu jani dari atlet untuk selalu berlatih sampai mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Keteraturan berlatih memang harus dipegang teguh. Pada aspek-aspek tertentu dari latiha terutama latihan endurance ( ketahanan ), dan beberapa aspek dari olahraga ketrampilan, terhentinya sama sekali latihan untuk beberapa hari dapat mengakibatkan terganggunya penampilan keseluruhan. Karena itu atlet yang mengalami cedera pada persendian penunjang berat badannya ( persendian kaki, lutut atau pinggul ) perlu mendapat perhatian yang khusus. Meraka harus melakukan latihan endurance atau pemantapan kondisi kardiovaskuler dengan melakukan aktivitas aerobic yang lain seperti berenang.

PRINSIP  V  :  PEMULIHAN    ATAU    ISTIRAHAT
Pada program latiha yang menyeluruh harus dicantumkan waktu pemulihan yang cukup. Jika tidak, atlet akan mengalami kelelahan yang berat dan penampilannya akan menurun. Karena itu, harus disusun program latihan sebagai berikut : 2 hari sekali latihan keras, atau 2 hari berturut-turut latihan ringan antara 2 hari latihan berat. Jika seorang atlet memaksakan latihan yang berat untuk beberapa hari berturut-turut, maka akan terjadi kelelahan yang hebat atau over training.


PRINSIP  VI  :   BERKURANGNYA   KEMAJUAN
Prinsip berkurangnya kemajuan menyatakan bahwa seorang atlet yang mulai melakukan program dan merasakan kemajuan yang sedang saja sampai yang bagus pada permulaannya. Kemudian, setelah atlet tersebut meneruskan latihan dalam beberapa minggu, bulan atau tahun ia akan mendekati penampilan maksimum. Setelah itu, kecepatan dari kemajuan cenderung selalu menurun. Rata-rata atlet yang melalui latihan akan merasakan kemajuan secara ketat, setelah berlatih beberapa minggu, bulan atau tahun maka kekuatannya dapat naik 2 kali daripada latihan permulaan, sedangkan endurance dan kelenturannya akan semakin bertambah.
Dari hasil penelitian, hampir semua yang memulai program latihan mengalami perbaikan    20 % – 30 %.. dalam gambar nampak, jika atlet mendekati titik potensial yang maksimum pada suatu pertandingan, maka latihan dan pemantapan kondisi hanya akan memberikan sedikit kemajuan. Jika ditambah waktu dan kemampuannya berlatih guna memperbaiki penampilannya sampai pada tingkat yang lebih baik, maka resiko untuk mendapatkan cedera karena latihan berlebihan ( overuse injury ) akan menjadi semakin besar.
Dari kondisi dasar atlet dapat diamati kemajuan penampilannya yang jelas selama beberapa bulan pertama latihan sampai mencapai plateu ( massa stabil ). Sedangkan setelah titik ini, hanya latihan yang sangat baik untuk menaikkan kemajuan. Itupun hanya sedikit.
PRINSIP  VII  :   PEMBAGIAN    MASA
Prinsip pembagian massa atau musim ( season ) berarti bahwa atlet melakukan latihan dengan tingkatan latihan yang lebih rendah pada massa permulaan latihan. Kemudian dilanjutkan dengan 2 minggu latihan yang lebih intensif dan pembebanan yang cukup ketika mendekati pertandingan.
Kondisi atlet harus dapat diarahkan untuk mencapai puncaknya pada suatu pertandingan. Setelah itu atlet dapat rileks beberapa hari sebelum melakukan latihan untuk massa pertandingan yang akan datang

PRINSIP  VIII :  INDIVIDUALITAS
Prinsip ini berart, meskipun sejumlah atlet dapat memberikan program pemantapan kondisi yang sama, tetapi percepatan perkembangan dan kemajuannya tidak sama. Hal ini karena secara genetic, setiap atlet berbeda. Dan pula karena setiap atlet mempunyai serabut-serabut otot berbeda-beda.


LATIHAN    -    LATIHAN    YANG    DIPERLUKAN
A.    PENINGKATAN   TENAGA    AEROBIK
1.          Lari
Aktivitas ini minimal dilakukan 3 kali dalam seminggu
2.          Bersepeda
Aktivitas ini dilakukan sebagai pengganti lari bilamana otot-otot kaki cedera
3.          Berenang
4.          lari ditempat
aktivitas ini dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan hitungan 70 – 90 langkah kaki kanan dalam setiap 1 menitnya. Minimal dilakukan selama 2 X 5 menit.

B.     PENINGKATAN   KEKUATAN,   DAYA  TAHAN   OTOT,  DAN   KELENTURAN
1.      Otot  tangan
a.       Memanjat tali
b.      Press up
c.       Berebut bola medisin
d.      Chin up, knee raise, ledge hang, the dip dan wrist roll
e.       Standing press ( menguatkan otot bahu dan otot lengan atas bagian belakang )
f.       Standing curl ( menguatkan otot lengan atas bagian depan )
g.      Wrist Curl ( menguatkan otot lengan bawah )
h.      Pullover ( menguatkan otot dada dan otot sisi rongga dada )
i.        Bench press ( menguatkan otot dada dan otot lengan atas bagian belakang )
2.      Otot  kaki
a.       Nasik tangga, bangku atau potongan pohon
b.      Jongkok loncat
c.       Lari dan loncat diatas pasir
d.      Mengerutkan otot paha belakang
e.       Heel  raise (  menguatkan otot betis )
f.       Squat ( menguatkan otot paha dan rongga dada
3.      Otot  perut
a.          Sit Up pisau lipat
b.          Membengkokkan punggung
c.          Angkat kaki dan kesampingkan
d.         Sit up ( otot atas perut )
e.          Leg raise ( otot bawah perut )


ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّٱلْعَٰلَمِين