Agar setiap orang mengetahui
apakah lintasan yang ditempuh sulit atau mudah, maka dalam pemanjatan dibuat
penggolongan tingkatan kesulitan setiap lintasan. Setiap daerah mempunyai
system tingkat kesulitan sendiri – sendiri, tergantung karakter tebing atau
gunungnya. Klasifikasi tingkat kesulitan ini juga tergantung pada temperamen
dan phisik sipemanjat, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan tebing dll.
Pada tahun 1930 – an, Sierra Club mengembangkan system kelas untuk
pendakian gunung di Amerika. Penggolongan kelas ini berkaitan dengan penggunaan
alat dan tehnik untuk setiap lintasan
a. Class 1 Berjalan tegak tidak perlu perlengakapan dan
tidak perlu tehnik khusus.
b. Class 2 Medan bertambah sulit dibutuhkan perlengkapan kaki yang memadai
dan dibutuhkan tehnik scrambling.
c. Class 3 Pendakian semakin terjal diperlukan teehnik tertentu,
tali-tali pengaman belum dibutuhkan. Tali hanya diperlukan bagi mereka yang
belum berpengalaman
d. Class 4 Kesulitan semakin bertambah diperlukan tali pengaman dan piton
sebagai jangkar.
e. Class 5 Rute
yang dilalui semakin sulit, peralatan berfungsi sebagai pengaman. Kelas ini
dibagi lagi menjadi 13 tingkat, semakin tinggi angka dibelakangnya semakin
tinggi tingkat kesulitannya : 5.1 - 5.13
f. Class 6 Tebing
tidak lagi memberikan pegangan, celah, rongga atau gaya geser yang diperlukan
untuk memanjat. Untuk itu pendakian sepenuhnya tergantung pada peralatan. Kelas
ini sering disebut kelas A, dan terbagi menjadi 5 tingkat.
Akhir tahun 1950-an, dilembah Yosemite
– Amerika dikembangkan tingkat kesulitan khusus untuk pemanjat tebing
a.
Grade
1 : Dapat ditempuh selama 1 jam dengan jumlah
pitch 1 - 2.
b.
Grade
2 : Dapat ditempuh selama 2 – 4 jam dengan jumlah
pitch 2 - 4.
c.
Grade
3 : Dapat ditempuh selama 4 – 7 jam dengan jumlah
pitch 3 - 8.
d.
Grade
4 : Dapat ditempuh selama 7 – 10 jam dengan
jumlah pitch 6 - 12
e.
Grade
5 : Dapat ditempuh selama 1 – 2 hari dengan
jumlah pitch 10 - 18.
f.
Grade
6 : Dapat ditempuh selama lebih dari 2 hari
dengan jumlah pitch diatas 15
Sedangkan di Inggris, klasifikasi tingkat kesulitan untuk pemanjatan
dinyatakan dengan huruf: E – Easy ( mudah.), M – Moderate (sedang ), D –
Difficult ( sulit ), VD – Very Difficult ( sangat sulit ), S – Severe ( berat
), VS – Very Severe ( sangat berat ), HVS – Hard Very Severe ( sangat berat
sekali ), XS – Extremely Severe (
paling berat ).
Tingkat kesulitan ini tidak mutlak, sebagaimana telah disebutkan diatas,
standart lintasan ini masih tergantung banyak hal. Kalau kita mampu melampau
sebuah lintasan dengan tingkat kesulitan S disebuah tebing, jangan mengira kita
mampu memanjat tebing lain dengan kesulitan yang sama. Sebuah lintasan yang
berkali-kali kita panjat tentunya menjadi mudah kita lampaui, karena kita sudah
cukup mengenalnya, tidak demikian kalaui kita mencoba lintasan yang baru,.
Cobalah lintasan baru, jangan puas dengan lintasan yang itu-itu saja.
Menurut penggunaan alatnya, ada dua macam tehnik pemanjatan yaitu
pemanjatan bebas ( free climbing ) dan pemanjatan artificial ( artificial
climbing ). Pemanjatan bebas adalah tehnik memanjat tebing dengan menggunakan
alat hanya sebagai pengaman, sebaliknya gerak dalam pemanjatan artificial
sepenuhnya tergantung alat. Tanpa alat-alat tersebut pemanjat tidak
bisa berbuat apa-apa.
PEGANGAN
DAN INJAKAN
Unsure utama dalam memanjat tebing adalah pegangan dan injakan, terutama
dalam pemanjatan bebas. Hal ini dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan cacat
batuan tebing berupa tonjolan dan rekahan / celah. Retakan ini ada yang kecil,
tetapi ada pula yang berupa retakan besar sehingga seluruh badan dapat menyusup
didalamnya. Demikian pula tonjolan, ada yang sangat kecil hingga hanya beberapa
jari tangan yang dapat memegangnya, tetapi ada pula yang besar sehingga seluruh
jari dapat memegangnya atau seluruh kaki dapat bertumpu diatasnya.
Secara garis besar tonjolan terbagi menjadi tiga macam bentuk yaitu
tonjolan datar, tonjolan tajam dan tonjolan lengkung. Berdasarkan bentuk
tonjolan ini, maka tangan dapat memegang, menjepit, menekan dan menggegamnya,
untuk tonjolan datar atau tajan yang cukup besar, seluruh jari tangan dapat
dengan mudah mengegamnya, tetapi adakalanya tonjolan tersebut kecil sehingga
hanya beberapa jari tangan saja yang dapat memegangnya.
Untuk gerakan memanjat, tangan dapat pula menekan semua jenis tonjolan,
baik tekanan kebawah, keatas maupun kesamping. Khusus untuk tonjolan lengkung,
tangan biasanya digunakan untuk menggengam atau menjepit. Adakalanya tonjolan
tersebut beitu sempit sehingga hanya beberapa jari tangan saja yang dapat
dipergunakan untuk menjepit.
Selain sebagai pegangan, tonjolan-tonjolan dapat pula digunakan sebagai
injakan. Untuk tonjolan tajam dan tonjolan datar yang cukup luas, seluruh
telapak kaki dapat bertumpu diatasnya, tetapi adakalanya tonjolan tersebut
sempit sehingga bagian kaki yang dapat bertumpu hanya ujungnya. Agar tidak
tegang dan seimbang, tempatkanlah tumitnya lebih rendah daripada ujung kaki
yang bersentuhan dengan tebing. Seringkali tonjolan tersebut begitu sempit
sehingga ujung kakipun tidak bisa bertumpu disana. Untuk itu letakkan bagian
pinggir sebelah dalam dari ujung kaki itu ditonjolan tersebut. Sepatu yang
ringan dan lentur lebih berperan pada tonjolan lengkung, terutama bilamana
permukaan batunya bertekstur kasar. Sepatu yang kejur meskipun demikian
dapat digunakan, yakni dengan
menempatkan bagian pinggir sebelah dalam ujung kaki.
Celah pada tebing memungkinkan gerak memanjat dilakukan dengan cara
menjejalkan ( jamming )
tangan atau kaki. Pada celah yang kecil baik horizontal maupun vertical,
digunakan tehnik menjejalkan jari. Caranya jari-jari disisipkan dicelah
tersebut, lalu dengan sedikit putaranjari-jari itu melekat sehingga mampu
membantu gerak naik badan. Pada celah yang lebih besar lagi, gerak serupa dapat
dilakukan dengan menjejalkan seluruh tangan. Dengan menjejalkan kepalan tangan
atau seluruh lengan, gerak yang sama dapat pula dilakukan pada celah yang lebih
besar. Bahkan kaki dapat pula digunakan untuk tehnik ini, bilamana perlu dilakukan
dengan bantuan lutut. Tehnik menjejal ini membutuhkan latihan yang rutin.
Tehnik pegangan dan injakan ini tergantung pada bentuk dan ukuran cacat
batuan tebing bersangkutan, disamping tentunya tekstur permukaan batunya. Sikap
yang penting dilakukan oleh seorang pemanjat adalah usaha untuk membagi berat
badan secara merata pada tiga tumpuan kaki dan tangan. Artinya, bila satu
tangan atau kaki sedang mencari tumpuan maka tangan dan kaki lainnya harus
menyangga secara bersama-sama. Usahakanlah berat badan tidak disangga oleh satu
tumpuan saja.
Kombinasi pegangan dan injakan kaki menghasilkan gerak memanjat. Pada
dasarnya, gerak ini bisa dilakukan secara naluriah oleh semua orang, kendati
demikian gerakan memanjat seringkali tidak sesederhana itu, sebab ada bagian
–bagian tebing yang kondisinya tertentu sehingga diperlukan suatu tehnik khusus
dan secara kontinyu mesti melatihnya. Tehnik memanjat khusus ini merupakan
koordinasi yang serasi antara memegang, menekan, menggenggam, menjepit,
menginjak, keseimbangan dan kelenturan tubuh
TEHNIK DASAR ROCK CLIMBING
- Mengamati untuk mengenal dan menentukan lintasan
- Memikirkan tehnik yang akan digunakan.
- Mempersiapkan peralatan.
- Gerakan memanjat sesuai dengan tehnik dan lintasan yang telah ditentukan.
- Tempatkan tubuh sedemikian rupa agar stabil, memberi peluang memanjat dan dapat bertahan lama.
MACAM - MACAM TEHNIK
MEMANJAT
- Fase Climbing
Memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat rongga yang memadai
untuk pijakan ( jangan menggunakan tangan untuk menjaga berat badan dan jangan
terlalu menempel di dinding, jangkauan
jangan terlalu jauh, gunakan prinsip tiga tumpuan).
- Friction Climbing
Tehnik
semata-mata mengandalkan gesekan sebagai gaya
tumpu, dilakukan di permukaan tebing yang tidak terlalu terjal, dimana
kekasaran permukaannya dapat digunakan untuk menghasilkan gaya gesekan.
- Fissure Climbing
Tehnik
ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan, seolah-olah
berfungsi sebagai pasak.
- Jamming
Tehnik
memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu lebar. Jari tangan, jari
kaki dapat dimasukkan kedalam celah hingga menyerupai pasak.
- Chimneying
Ada
tebing-tebing yang menghadirkan suatu celah vertical yang besar dan luas,
sehingga mirip cerobong asap. Untuk memanjatnya diperlukan tehnik khusus yang
disebut Chimneying. Caranya, seluruh tubuh pemanjat diselipkan ke dalam celah
itu, lalu dengan tekanan atau dorongan ke bagian dinding depan, tubuh kita
tersandar dan menempel di dinding
seolah-olah menyumbat cerobong itu. Dengan kombinasi tekanan ke samping dan
tekanan ke atas, maka gerakan naik dapat dilakukan oleh pemanjat.
Besar dan kesilnya celah dinding menciptakan
variasi gerakan dalam tehnik ini. Wriggling adalah gerakan memanjat dalam tehnik
ini yang dilakukan pada celah yang hanya bisa diselusupi tubuh secukupnya saja.
Posisi badan dalam celah tersebut hamper vertical, kaki dan lengan bisa ditekuk
sehingga pemanjatan dilakukan dengan menyandarkan punggung, pundak dan kaki ke
sisi belakang sementara lutut dan telapak tangan mendorong dinding di depan.
Bagian atas badan menyumbat celah, sementara kaki ditarik ke atas menjejal
celah lalu badan diangkat setinggi-tingginya.
Backing up, salah satu gerakan dalam tehnik ini
pula dilakukan apabila celah pada dinding cukup luas hingga badan dapat
bergerak bebas serta lengan dan kaki secara penuh dapat menekan atau mendorong
dinding yang berhadapan. Satu lagi tehnik dalam chimneying adalah Bridging,
yang dilakukan pada celah yang begitu luas atau pada sudut tebing yang lebar
sehingga kaki harus mengangkang dan tangan terlentang. Dengan posisi yang lebar
itu, sebagian berat badan disangga oleh kedua kaki sementara kedua tangan
membantu gerakan naik. Yang pasti, dalam tehnik chimneying jangan mengangkat badan
terlalu jauh dari kaki karena akan mengganggu keseimbangan,
- Layback
Tehnik ini digunakan pada celah vertical ditebing yang membentuk sudut,
baik besar maupun kecil. Tehnik ini biasa pula digunakan pada tebing serpih (
flakes ). Dasar gerakan adalah penggunaan tenaga yang berlawanan arah ( counter
force ), yaitu dengan cara menekan atau mendorong dinding di depan dengan kaki,
seraya menahan badan dengan tarikan tangan pada celah. Dengan
memindah-mindah tarikan tangan dan mengeser-geser tekanan kaki kea rah atas,
maka seorang pemanjat dapat melakukan gerakan naik.
Layback adalah suatu tehnik yang sangat melelahkan dan memerlukan
pengerahan tenaga yang besar, sehingga gerakan harus secepatnya dilakukan
sebelum tenaga dikedua tangan terkuras.
Untuk mengurangi pengerahan tenaga, usahakan agar kedua tangan yang menahan
badan dengan tarikan itu terjulur dengan sempurna, sehingga tekanan jatuh
ditulang lengan dan tidak sepenuhnya di otot. Dalam tehnik laybacking yang
murni, kaki yang menekan atau mendorong dinding didepan harus cukup tinggi,
tetapi jangan terlalu tinggi karena akan mempengaruhi kekuatan lengan. Sebelum
melakukan gerakan ke atas pastikan bahwa jarak antara tangan dan kaki tidak
terlalu lebar, sehingga akan merusak keseimbangan.
Gerakan yang melelahkan dari tehni ini bisa dikurangi apabila kita
memanfaatkan injakan jika ada, menjejalkan bagian dalam kaki di celah vertical,
disudut tebing bersangkutan. Apabila kita memutuskan untuk melakukan tehnik ini
jangan berpikir bahwa di tebing itu kita dapat beristirahat, meletakkan
pengaman, atau mengubahnya dengan tehnik menjejal ( jamming ). Seandainya ada
bagian tebing yang bisa dilalui dengan tehnik biasa, segera hindari tehnik ini.
- Arete
Tehnik
ini digunakan pada gigir atau punggungan tebing yang tipis dan tajam ( arete ).
Si pemanjat mula-mula duduk seperti menunggang kuda ( chavel 0, lalu kedua
tangan secara bersamaan menekan punggungan tebing di depan dan mengangkat tubuh
kemudian memindah – mindahkan selangkangan, gerakannyapun lambat sekali
- Hand Traverse
Tehnik memanjat tebing dengan gerak menyamping. Hal ini dilakukan apabila
pegangan yang ideal sangat minim dan memanjat vertical tidak dimungkinkan.
Tehnik ini sangat rawan karena berat badan tergantung pegangan tangan, sedapat
mungkin pegangan tangan dibantu kaki agar berat badan dapat terbagi rata.
- Mantelself
Ciri dari tehnik ini terutama penggunaan tangan untuk menekan pinggiran
tebing ( ledge ) atau pegangan yang luas agar badan dapat terangkat ke atas.
Hal ini dilakukan karena dibagian bawah pinggiran atau pegangan ini tidak
terdapat injakan sama sekali. Pada gerakan manleshelfing yang mudah, misalnya
pegangan atau pinggiran itu hanya setinggi tangga, kedua telapak tangan yang
saling berhadapan satu sama lainnya dapat menekan pinggiran tebing sehingga
tubuh kita terangkat. Gerakan ini akan berjalan dengan baik apabila dibarengi
dengan tolakan kaki secara berhati-hati.
Apabila pinggiran tebing atau pegangan berada diatas kepala, maka
gerakan itu akan diawali tarikan badan oleh tangan sementara bagian kaki
memanjat bagian bawah tebing setinggi mungkin. Dengan gerakan yang cepat, siku
disentak ke atas hingga sejajar dengan bahu, lalu dengan satu gerakan tangan
berubah dari menarik menjadi menekan ke bawah sehingga badan terangkat keatas.
Akhiri dari gerakan ini dengan mengangkat kedua kaki secara bergantian hingga
menginjak pinggir tebing.
g. Artificial Climbing
Tidak semua tebing menghadirkan tonjolan atau celah yang cukup untuk
pegangan tangan dan injakan kaki. Tebing berpermukaan datar kadang tidak
diimbangi celah atau retakan yang cukup besar untuk pegangan atau jejalan jari
sekalipun. Untuk menghadapi tebing seperti ini, dikembangkan suatu tehnik
pemanjatan yang sepenuhnya tergantung pada penggunaan alat. Tehnik ini disebut
pemanjatan artificial.
Pemanjatan artificial merupakan suatu proses pemanjatan yang lamban dan
melelahkan. Kita harus menegakkan badan tinggi-tinggi seraya kedua tangan
mencari-cari celah untuk menancapkan piton atau menempatkan anchor. Sambil
bergantung dengan kedua tangan, kita harus mengaitkan tali ke anchor atau piton
yang lebih tinggi, baru kemudian mengangkat badan untuk mencapai bagian yang
tinggi dan harus kembali mencari celah untuk menempatkan anchor atau piton.
Di Amerika tali belaying yang biasa dipakai dalam tehnik ini hanya satu,
namun di Eropa digunakan dua tali sekaligur ( diameter 9 mm ). Untuk memudahkan
koordinasi antara leader dan belayer didalam penggunaan tali belaying ganda disarankan
untuk memakai tali yang berwarna beda. Peralatan lain yang harus disiapkan
adalah piton atau chock, karabiner, palu
baik leader maupun belayer, dan tangga gantung baik leader maupun
belayer. Gerakan bagi belayer pada dasarnya tidak berbeda dengan gerakan dalam pemanjatan bebas, namun tidak demikian
bagi leader karena dia harus mengikuti prosedur tertentu dalam pemanjatan
artifial.
Sebaiknya anchor yang terpasang dicoba terlebih dahulu. Caranya, dengan
membebaninya lebih berat daripada badan sipemanjat, yaitu dengan cara berdiri
di anak tangga terbawah sambil memberikan sentakan atau lompotan kecil. Tali
belaying dapat pula dikaitkan ke karabiner pada anchor di atas leader sebelum
melakukan gerakan naik. Cara ini dari satu segi memang menguntungkan karena
gerakan naik leader dibantu oleg tarikan tali belaying yang dilakukan belayer,
namun dari segi lain membahayakan karena akan memperbesar fall factor. Dengan
tarikan tali belaying, leader dapat leluasa memasang piton atau chock, namun
hal ini akan melelahkan belayer. Cara lain untuk memudahkan dalam pemasangan
anchor, yaitu dengan penggunaan tangga gantung ( stirrup ) oleh si leader
sendiri, dengan bubtut sapi yakni ikalan kecil webbing yang dikaitkan di anchor
paling atas hingga badan leader menempel di situ. Penggunaan chock dalam sistim
ini amat sulit, hal ini disebabkan arah tarikan chock terbatas sehingga
penempatannya harus lebih rapat antara chock satu dengan yang lainnya. Sebagai
contoh, kalau sebuah chock diletakkan pada tebing menggantung dengan arah
tarikan yang baik kea rah bawah maka pemanjat harus menempatkan chock yang
lainnya agar dapat melakukan gerakan memanjat berikutnya. Kalau tidak, chock
ditebing menggantung itu akan terlepas begitu pemanjat bergerak dan arah
tarikan chock berubah.
Tebing menggantung ( overhang ) dan tebing atap ( roof ) adalah medan yang tersulit dalam
memanjat tebing. Dalam tehnik ini gerakan untuk melampaui medan seperti itu sangat lamban dan
melelahkan disamping memerlukan setidaknya tiga tangga gantung agar dapat
terlepas darinya. Dalam hal ini pemanjat harus bersandar dan mendoyong ke
belakang dan yang paling dikhawatirkan adalah ketika pemanjat menarik tali
belaying, kemungkinan tali tersebut tertekut di beberapa anchor dibawahnya
sangatlah besar meskipun pemanjat sudah bertindah hati-hati sehingga dengan
sendirinya akan menyulitkan penarikan tali tersebut.
PRINSIP - PRINSIP
PEMANJATAN
Dari semua gerakan pemanjatan, keseimbangan ( balance ) adalah unsur
yang paling utama. Untuk mencapai keseimbangan usahakan sedapat mungkin berat
badan tertumpu pada kedua kaki. Pemanjat tebing pemula sering membuat kesalahan
yang merusak keseimbangan, yaitu dengan merapatkan badan ke tebing. Biasanya ini dilakukan karena rasa takut yang
tidak pada tempatnya. Padahal posisi seperti itu menyebabkan berat badan tidak
sepenuhnya tertumpu pada kaki sehingga mudah sekali jatuh. Kadang-kadang kita
memang perlu merapatkan badan ke tebing, tetapi ini pengecualian dan jarang
sekali terjadi. Dengan merapatkan tubuh ketebing maka penglihatan kita akan
terbatas, padahal mata sangat menentukan untuk mencari pegangan dan menentukan
lintasan. Penglihatan kita harus mampu merekam pegangan dan injakan sebanyak
mungkin sehingga tangan dan kaki dengan mudah terkoordinasi.
Pemanjat tebing pemula sering terlalu banyak mengandalkan tangan dan
bahu, mengabaikan dukungan alamiah dari sepasang kaki yang kuat. Gunakanlah
kaki sebanyak mungkin karena anggota tubuh ini memang berfungsi untuk menyangga
badan. Usahakanlah agar tangan digunakan hanya menjaga keseimbangan. Semakin
tinggi, tingkat kesulitan tebing memang banyak penggunaan tangan untuk menahan
atau menaikkan badan, itulah sebabnya kita harus menghindari penggunaan tangan
dan bahu secara berlebihan. Pada saatnya, misalnya ketika akan melampaui
overhang kekuatan tangan dan bahu dapat digunakan secara maksimal. Hindarilah
sedapat mungkin penempatan tangan pada pegangan yang terlampau jauh, karena akan menyebabkan otot tangan dan bahu
menjadi lebih tegang, sebab harus menarik badan dari jarak jauh. Usahakan agar
tangan mencengkeram pegangan-pegangan yang tidak terlampau jauh dari gars bahu.
Gerakan-gerakan yang seimbang dan seirama dilakukan dengan
langkah-langkah yang kecil. Rencanakan penempatan kaki terlebih dahulu dengan
sebaik-baiknya, baru kemudian mencari pegangan tangan. Jangan menggerakkan
anggota tubuh secara serentak, gerakkanlah salah satu setelah ketiga anggota
tubuh yang lain ( tangan dan kaki ) mendapatkan posisi yang baik. Banyak
kesalahan yang dilakukan dengan menggerakkan tangan dan kaki secara bersamaan,
ini tidak benar karena badan hanya mengandalkan dua tumpuan saja. Melompat
untuk mencari pegangan adalah tindakan yang berbahaya.
Setiap pemanjat harus memperhitungkan pengerahan tenaga. Penghematan
tenaga dalam hal ini amatlah penting, sehingga pada saat dibutuhkan tenaga (
power ) dapat digunakan secara optimal. Untuk mencapai hal ini amatlah tidak
mudah, karena hanya pengalaman dan sering berlatih saja yang dapat menceritakan
kepada kita kapan harus menyimpan tenaga dan kapan harus mengeluarkannya secara
optimal. Penghematan tenaga dicapai dengan mengkoordinasikan tubuh, yaitu
koordinasi antara otak dan tubuh kita. Harus ada keseimbangan antara apa yang
terpikir oleh kita dengan apa yang sanggup dilakukan tubuh kita. Koordinasi itu
juga menyangkut keseimbangan anggota tubuh, yakni keseimbangan irama anggota
tubuh dalam melakukan gerakan memanjat.
Begitu kita berada di bawah tebing, pertama yang harus dilakukan adalah
mengamati dan mempelajarinya. Buatlah rencana pemanjatan dan lintasan dengan
seksama dan sesuai kemampuan. Kalau tampak sudut yang kelihatan sulit segera
analisa untuk mendapatkan pemecahan yang terbaik. Dengan demikian, diharapkan
segala kemunbgkinan dapat dihadapi ditebing nanti.
SISTIM PENDAKIAN
1. Himalaya
Style
Sistem pendakian yang panjang, untuk mencapai puncak diperlukan waktu
yang lama. Pendakian seperti ini biasanya terdiri dari beberapa kelompok dan
base camp. Sehingga dengan berhasilnya satu orang menapakkan kakinya dipuncak,
maka pendakian dianggap sukses.
2. Alpine Style
Pendakian system ini dianggap sukses apabila semua team berhasil
mencapai puncak.
PERALATAN ROCK CLIMBING
g.
Tali Kernmantel
h.
Webbing
i.
Tali
Prusik
j.
Carabiner
k.
Descender ( Allain, Peck, Brake bar,
Figure of Eigth).
l.
Ascender ( Jumar, Clog, Petzl ).
m.
Helm
n.
Harnes ( tali tubuh ) yang berfungsi sebagai pengaman
o. Sling yaitu seutas tali terbuat dari
webbing atau prusik dapat digunakan untuk belaying, runner, anchor dll.
p.
Chock yaitu sebuah sling yang
diikatkan pada bandul logam yang berfungsi sebagai pasak. Ada beberapa jenis seperti Hexentrik, stopper
dll
q.
Stirup ( tangga ) ada dua jenis yaitu
metal rung stirrup dan sling stirrup
r.
Palu
s.
Friend yaitu potongtan logam yang
dapat diselipkan dan disesuaikan dengan ukuran celah tebing, alat ini adalah
pengembangan dari chock.
t.
Piton ( paku tebing ) terbuat dari
chromemolybdenum steel atau soft iron. Ada
beberapa jenis seperti lost arrow, bong, bungaboo, angle
PENINGKATAN KONDISI
PHISIK
Rasanya sangatlah sedih jika seorang atlet mengalami cedera, tetapi sama
sedihnya bila kondisi anda memaksa untuk berhenti latihan. Terlepas dari trauma
psikologis dari ketidak aktifan semacam ini, para atlet takut, kondisi phisik
yang baik atau keuntungan-keuntungan phisik yang didapat melalui latihan akan
hilang setelah beberapa hari atau
beberapa minggu tidak melakukan latihan.
Dilain pihak, kita semua mengetahui bahwa beberapa hari istirahat
sebelum pertandingan besar, dapat memperbaiki penampilan. Bagaimanakah
sebenarnya, tidak aktif latihan disatu pihak dapat memperbaiki penampilan,
dilain pihak dapat me-niada-kan keuntungan phisik yang didapat dari latihan ? Latihan adalah bentuk konstruktif dari stress.
Aktivitas phisik yang teratur dapat menyebabkan badan menjadi lebih tahan pada
tuntutan latihan, atau dengan perkataan lain kita dapat melakukan dengan lebih
baik dan cepat. Selama latihan otot-otot menghendaki energi agar segera di isi
kembali. Kadang-kadang sampai 200 kali lebih cepat daripada keadaan istirahat.
Kenaikan kebutuhan energi memberi penekanan pada kemampuan badan untuk
menyediakan oksigen dan bahan baker yang diperlukan oleh otot. Dari hari ke
hari, stress yang didapat dari latihan memacu otot-otot dan system peredaran
darah, untuk tumbuh menjadi kuat dan lebih mampu membentuk energi.
Tetapi apa yang terjadi bilamana stress ini hilang ? Berapa
hari-kah kita dapat meninggalkan latihan tanpa mengalami penurunan kesegaran
jasmani dan penampilan ? Berapa banyak-kah latihan yang harus dilakukan untuk
mengurangi penurunan kesegaran jasmani kita ? Perubahan-perubahan psikologis
apa yang menunjukkan penurunan pada pemantapan kondisi ini ?
Perubahan phisik, sebagai hasil dari latihan yang tetap, terjadi pada
sel-sel. Dengan bantuan oksigen dan enzim-enzim maka serabut otot memperbaiki
kapasitasnya untuk memecahkan gula dalam tubuh kita yaitu glikogen, glucose,
serta lemak. Enzim terdapat dalam mithokhondria.
Jika diadakan pemeriksaan laboratorium, dan kita bandingkan otot-otot yang
terlatih dengan otot-otot yang tidak terlatih, maka otot-otot yang terlatih
mempunyai banyak enzim aktif dan lebih besar serta lebih banyak
mithokhondria-nya, sehingga otot mereka mempunyai kemampuan lebih besar dalam
menggunakan oksigen dan menghasilkan energi.
Kemampuan otot mengambil oksigen secara maksimal menjadi 2 – 4 kali lebih
besar pada otot-otot terlatih. Hal ini berarti, otot-otot tadi dapat
menghasilkan energi aerobic 2 – 4 kali lebih cepat.
Sayangnya, kelebihan atau keuntungan yang didapat oleh otot tadi akan cepat
hilang, apabila kita berhenti berlatih. Jika karena sesuatu hal kita tidaqk
bisa berlatih, misalnya satu minggu, maka energi aerobic dari otot-otot tadi
akan menurun sampai 50 % bila dibandingkan sewaktu berlatih teratur.
DETRAINING
Dari penelitian para ahli faal olahraga, ternyata
enzim akan menurun dalam waktu 48 jam jika otot yang bersangkutan tidak
dilatih. Dan setelah satu minggu lagi tidak berlatih, maka energi aerobic dari
otot tersebut sama dengan otot yang tidak terlatih.
Perubahan lain yang penting dengan penghentian
latihan adalah yang disebut dengan detraining. Ini adalah keadaan berkurangnya
jumlah saluran darah yang kecil-kecil ( kapiler ) disekeliling serabut otot, yang
berfungsi mengirim oksigen dan darah untuk membawa bahan baker seperti misalnya
glucose dan lemak. Dari penelitian ternyata bahwa jumlah kapiler disekeliling (
setiap ) serabut otot akan menurun lebih kurang 10 – 20 % antara 5 – 12 hari
setelah latihan terakhir.
Sebagai akibatnya, pengiriman oksigen ke sel-sel
otot ini dan kemampuannya untuk membentuk energi akan menurun secara drastic.
Pada waktu yang sama pada detraining, terdapat perubahan yang mencolok pada
sistim kardiovaskuler, khususnya kapasitas jantung dalam memompa darah (
cardiac output ) pada penampilan yang maksimal, juga mulai berkurang setelah 5
– 12 hari tidak aktif latihan.
Di dalam kombinasinya, penurunan cardiac output dan
berkurangnya aliran darah disekitar serabut otot akan mengurangi tranpor
oksigen pada sel-sel otot dan pembuangan sisa metabolisme dari otot yang aktif
akan menjadi lamban. Salah satu sisa metabolisme ini adalah asam laktat,
sebagai sampingan dari otot pada waktu membentuk energi tanpa oksigen yang
cukup.
Atlet yang betul-betul terlatih akan menghasilkan
asam laktat sangat sedikit sewaktu melakukan aktivitasnya, selama pengiriman
oksigen ke otot-otot masih baik. Dengan penghentian latihan yang selanjutnya
menyebabkan kurang baiknya transport oksigen, maka kadar asam laktat akan naik
di dalam darah dan otot.
Semua perubahan fisiologis, yang berhubungan dengan
kemampuan otot-otot menghasilkan energi ini tidak sama menurunnya apabila kita
berhenti latihan. Yang menjadi pertanyaan penting adalah: seberapa cepat
penampilan kita akan terpengaruh setelah kita berhenti berlatih ?
Pada umunya tidak nampak adanya penurunan penampilan
selama 5 – 7 hari. Jadi, dalam kenyataannya penampilan atlet masih dapat
diperbaiki terus setelah 2 – 5 hari tidak aktif latihan. Waktu istirahat
semacam itu memungkinkan otot dan system syaraf mengadakan pemulihan dan
pembangunan kembali dari stress yang dialami pada waktu berlatih berat. Dengan
demikian, memungkinkan pula atlet mempunyai cadangan lebih baik dan menerima
latihan ketahanan ( endurance )
yang lebih baik.
Mengambil istirahat beberapa hari sebelum bertanding
adalah kebiasaan beberapa atlet. Dengan istirahat dan makan banyak karbohidrat,
cadangan bahan baker dari otot berupa glikogen akan bertambah. Ini berguna bagi
penyediaan cadangan energi yang dibutuhkan untuk dapat mengadakan penampilan
yang baik.
Latihan memegang peranan yang penting pada proses
penyimpanan glikogen otot. Para atlet yang betul-betul terlatih, cukup
istirahat, dan pengaturan makanannya sempurna ( dengan cukup karbohidrat ),
mempunyai glikogen otot yang lebih banyak daripada mereka yang tidak terlatih.
Dengan adanya detraining, maka kelebihan ini akan hilang akibat ketidak mampuan
menyimpan, dan pada minggu ke 4 setelah tidak aktif melakukan latihan maka akan
hilang semua.
Perubahan-perubahan tersebut diatas dapat dirasakan
para atlet sebagai ketidak mampuannya melakukan aktivitasnya atau berlatih
keras pada dua hari berturut-turut atau lebih yang berurutan. Sehubungan dengan
adanya tranformasi phisik yang menyertai detraining, maka perlu dipertanyakan
seberapa banyak dan seberapa sering kita memerlukan latihan untuk memelihara
kondisi ?
Dari pengalaman ternyata atlet yang terlatih dapat
memelihara kondisi phisik 30 – 50 menit setiap 2 – 3 hari tanpa mengalami
kerugian fisiologis. Untuk memperbaiki daya tahan tubuh ( endurance ) kita, otot-otot dan
peredaran darah kita harus dilatih sampai lebih tinggi daripada batas
kemampuan. Tetapi, stress semacam itu tidak perlu kalau hanya untuk memelihara
kesegaran jasmani.
Yang penting disini adalah, jika kita harus
kehilangan beberapa hari latihan, hendaknya dijaga jangan sampai kehilangan kondisi
yang telah kita capai dengan susah payah. Setelah beberapa mingu atau beberapa
bulan tidak berlatih, kita dapat mengharapkan kondisi kita kembali dengan jalan
melakukan latihan yang keras beberapa kali saja.
Seberapa cepat kita dapat mencapai kesegaran jasmani
kita kembali, tergantung dariu lamanya kita tidak berlatih dan aktivitas apa
yang kita lakukan pada periode detraining. Lamanya pemantapan kondisi kembali
tidak tergantung apakah kita telah melakukan latihan selama enam bulan atau
enam tahun. Jika tidak melakukan latihan selama delapan bulan atau sepuluh
minggu, maka akan terhapus 80 – 100 % perbaikan kondisi kita. Dari sini jelas,
bahwa keuntungan fisiologis dari latihan hanya sebentar jika aktivitas latihan
yang teratur dihentikan.
BEBERAPA PRINSIP
LATIHAN
Untuk memperbaiki prestasi, atlet harus melakukan
latihan. Tetapi mengapa banyak atlet yang melakukan latihan tetapi prestasinya
tidak kunjung naik, sehingga mereka
akhirnya bosan latihan. Memang, ada prinsip yang harus dipenuhi agar latihan
menghasilkan prestasi lebih baik daripada sebelumnya. Setiap atlet harus ingat
hal ini, tentunya tidak untuk dilakukan sekaligus seluruhnya dalam satu kali
latihan.
PRINSIP I
: LATIHAN DENGAN
BEBAN LEBIH (
OVERLOAD )
Prinsip pertama yang harus ditekankan pada para
atlet adalah latihan dengan beban lebih. Beban pada waktu melakukan latihan
memang harus merupakan beban lebih daripada sebelumnya, agar kemampuan
kardiovaskuler ( jantung dan peredaran darah ) serta kemampuan otot-otot kerangka
dapat berkembang terus. Konsep latihan dengan beban lebih terutama berhubungan
erat dengan intensitas latihan.
Dalam pembicaraan prinsip pertama ini, kita mencari
persamaan antara beban lebih dengan intensitas latihan. Suatu missal dalam
latihan kekuatan, latihan dengan beban lebih adalah mencoba memberikan beban
sedikit lebih besar daripada sebelumnya atau memberikan ulangan lebih banyak
sewaktu mengangkat beban. Latihan dengan beban lebih jangan disamakan dengan
latihan yang berlebihan ( overtraining ).
PRINSIP II
: KEKHUSUSAN LATIHAN
Dengan kekhususan latihan diartikan bahwa latihan
harus dikhususkan pada olahraga yang dipilih serta memenuhi kebutuhan khusus
dan strategi untuk olahraga yang dipilih tadi. Seorang yang ingin menjadi
pemanjat tebing yang baik haruslah berlatih ( untuk penguatan otot kaki serta
tangan ) dan secara aktif latihan panjat
tebing. Tentunya ada strategi-strategi tambahan yang perlu diikuti oleh para
atlet. Atlet harus melatih dirinya mengenai komponen-komponen pemanjatan seperti
balance, kelenturan, kecepatan dan tehnik menyimpan tenaga. Kekhususan ini juga
meliputi waktu, yang berarti sebaiknya jika melakukan latihan waktunya sama
dengan waktu pertandingan.
PRINSIP III
: LATIHAN HARUS
PROGRESIF
Dalam hal ini, ditekankan supaya atlet memperpanjang
waktunya berlatih secara progresif dalam keseluruhan program latihan. Ini
dilakukan setelah beberapa minggu, bulan atau tahun sebagai persiapan menjelang
pertandingan. Misalnya seorang atlet yang telah membiasakan berlatih 65 – 75 % dari kemampuannya selama 30 – 50
menit, harus memperpanjang kemampuannya 60 – 90 menit dari intensitas yang sama
( 65 – 75 % ), dengan harapan terjadi kenaikkan atas penampilan keseluruhannya.
PRINSIP IV
: LATIHAN HARUS
TERATUR
Prinsip dari latihan yang teratur menyatakan bahwa
atlet harus mau berlatih hamper setiap hari untuk memperbaiki penampilannya.
Keteraturan melakukan latihan olahraga ini menjadi pula latihan disiplin,
latihan menguatkan mental dan suatu jani dari atlet untuk selalu berlatih
sampai mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Keteraturan berlatih memang harus dipegang teguh.
Pada aspek-aspek tertentu dari latiha terutama latihan endurance ( ketahanan ),
dan beberapa aspek dari olahraga ketrampilan, terhentinya sama sekali latihan
untuk beberapa hari dapat mengakibatkan terganggunya penampilan keseluruhan.
Karena itu atlet yang mengalami cedera pada persendian penunjang berat badannya
( persendian kaki, lutut atau pinggul ) perlu mendapat perhatian yang khusus.
Meraka harus melakukan latihan endurance atau pemantapan kondisi kardiovaskuler
dengan melakukan aktivitas aerobic yang lain seperti berenang.
PRINSIP V
: PEMULIHAN ATAU
ISTIRAHAT
Pada program latiha yang menyeluruh harus
dicantumkan waktu pemulihan yang cukup. Jika tidak, atlet akan mengalami
kelelahan yang berat dan penampilannya akan menurun. Karena itu, harus disusun
program latihan sebagai berikut : 2 hari sekali latihan keras, atau 2 hari
berturut-turut latihan ringan antara 2 hari latihan berat. Jika seorang atlet
memaksakan latihan yang berat untuk beberapa hari berturut-turut, maka akan
terjadi kelelahan yang hebat atau over training.
PRINSIP VI
: BERKURANGNYA KEMAJUAN
Prinsip berkurangnya kemajuan menyatakan bahwa
seorang atlet yang mulai melakukan program dan merasakan kemajuan yang sedang
saja sampai yang bagus pada permulaannya. Kemudian, setelah atlet tersebut
meneruskan latihan dalam beberapa minggu, bulan atau tahun ia akan mendekati
penampilan maksimum. Setelah itu, kecepatan dari kemajuan cenderung selalu
menurun. Rata-rata atlet yang melalui latihan akan merasakan kemajuan secara
ketat, setelah berlatih beberapa minggu, bulan atau tahun maka kekuatannya
dapat naik 2 kali daripada latihan permulaan, sedangkan endurance dan
kelenturannya akan semakin bertambah.
Dari hasil penelitian, hampir semua yang memulai
program latihan mengalami perbaikan 20
% – 30 %.. dalam gambar nampak, jika atlet mendekati titik potensial yang
maksimum pada suatu pertandingan, maka latihan dan pemantapan kondisi hanya
akan memberikan sedikit kemajuan. Jika ditambah waktu dan kemampuannya berlatih
guna memperbaiki penampilannya sampai pada tingkat yang lebih baik, maka resiko
untuk mendapatkan cedera karena latihan berlebihan ( overuse injury ) akan
menjadi semakin besar.
Dari kondisi dasar atlet dapat diamati kemajuan
penampilannya yang jelas selama beberapa bulan pertama latihan sampai mencapai
plateu ( massa stabil ). Sedangkan setelah titik ini, hanya latihan yang sangat
baik untuk menaikkan kemajuan. Itupun hanya sedikit.
PRINSIP VII
: PEMBAGIAN MASA
Prinsip pembagian massa atau musim ( season )
berarti bahwa atlet melakukan latihan dengan tingkatan latihan yang lebih
rendah pada massa permulaan latihan. Kemudian dilanjutkan dengan 2 minggu
latihan yang lebih intensif dan pembebanan yang cukup ketika mendekati
pertandingan.
Kondisi atlet harus dapat diarahkan untuk mencapai
puncaknya pada suatu pertandingan. Setelah itu atlet dapat rileks beberapa hari
sebelum melakukan latihan untuk massa pertandingan yang akan datang
PRINSIP VIII :
INDIVIDUALITAS
Prinsip ini berart, meskipun sejumlah atlet dapat
memberikan program pemantapan kondisi yang sama, tetapi percepatan perkembangan
dan kemajuannya tidak sama. Hal ini karena secara genetic, setiap atlet
berbeda. Dan pula karena setiap atlet mempunyai serabut-serabut otot
berbeda-beda.
LATIHAN -
LATIHAN YANG DIPERLUKAN
A. PENINGKATAN TENAGA
AEROBIK
1.
Lari
Aktivitas ini minimal dilakukan 3 kali dalam seminggu
2.
Bersepeda
Aktivitas ini dilakukan sebagai pengganti lari bilamana otot-otot kaki
cedera
3.
Berenang
4.
lari
ditempat
aktivitas ini dilakukan 3 kali dalam seminggu dengan hitungan 70 – 90
langkah kaki kanan dalam setiap 1 menitnya. Minimal
dilakukan selama 2 X 5 menit.
B. PENINGKATAN KEKUATAN,
DAYA TAHAN OTOT,
DAN KELENTURAN
1. Otot
tangan
a.
Memanjat tali
b.
Press up
c.
Berebut bola medisin
d.
Chin up, knee raise, ledge hang, the
dip dan wrist roll
e.
Standing press ( menguatkan otot bahu
dan otot lengan atas bagian belakang )
f.
Standing curl ( menguatkan otot
lengan atas bagian depan )
g.
Wrist Curl ( menguatkan otot lengan
bawah )
h.
Pullover ( menguatkan otot dada dan
otot sisi rongga dada )
i.
Bench press ( menguatkan otot dada dan
otot lengan atas bagian belakang )
2. Otot
kaki
a.
Nasik tangga, bangku atau potongan pohon
b.
Jongkok loncat
c.
Lari dan loncat diatas pasir
d.
Mengerutkan otot paha belakang
e.
Heel
raise ( menguatkan otot betis )
f.
Squat ( menguatkan otot paha dan rongga
dada
3. Otot
perut
a.
Sit Up pisau lipat
b.
Membengkokkan punggung
c.
Angkat kaki dan kesampingkan
d.
Sit up ( otot atas perut )
e.
Leg raise ( otot bawah perut )
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّٱلْعَٰلَمِين