Pada
dasarnya, penguasaan tehnik ber-jalan
yang baik harus dimiliki oleh para pendaki gunung. Karena tehnik berjalan
di gunung tidaklah sama dengan tehnik berjalan kita sehari-hari. Seperti
pejalan-pejalan kaki lainnya, kita harus berjalan dalam satu irama yang tetap
hanya bedanya di gunung kita harus berjalan dengan beban ( ransel ) dipunggung
melintasi lembah, mendaki tebing dan meniti punggung-punggung gunung yang
tipis.
Ada beberapa patokan yang perlu diperhatikan dalam
berjalan di gunung. Berjalanlah dengan
langkah-langkah kecil, jangan terlalu memaksa untuk melangkah lebar-lebar.
Langkah yang terlalu lebar menyebabkan berat badan seringkali disangga oleh
satu kaki, karenanya keseimbangan badan sering goyah. Ingat, kaki tidak hanya
sekedar menahan berat badan tetapi harus juga menahan beban yang ada di dalam
ransel. Dengan langkah kecil, gerakan napas lebih teratur dan ini merupakan
cara yang tepat untuk menghemat tenaga.
Kalau
kita sukar bernyanyi atau berbicara
dengan teman disebelah, itu berarti
pertanda bahwa kita berjalan terlalu
cepat. Lebih baik berjalan lambat dengan istirahat yang sedikit, daripada
berjalan cepat dengan waktu istirahat yang panjang. Kendati lambat berjalanlah
dengan irama yang tetap. Sebagai ukuran minimal boleh dikatakan berjalan satu
jam dengan istirahat sepuluh menit adalah normal. Selama kita berjalan ada
baiknya kita selalu mengunyah kembang gula minimal duapuluh menit sekali, hal
ini dimaksudkan agar peredaran darah ke otak
berjalan lebih lancar.
Ketika beristirahat, duduklah dengan kaki
yang melonjor lurus sedikit di atas badan untuk mengembalikan peredaran
darah supaya mengalir normal, karena ketika kita berjalan aliran darah telah
turun dan terpusat di kaki. Teguklah sedikit minuman agar tidak dehidrasi dan
makanlah sedikit makanan untuk menambah kalori. Serta usahakan agar tidak
beristirahat di tempat berangin, karena udara dingin dapat mengerutkan otot
yang sedang beristirahat.
Jangan terlalu lama beristirahat,
sayang otot kaki yang sudah kencang nanti mengendur dan membutuhkan pemanasan
lagi. Apabila dirasakan bahwa kita memerlukan waktu istirahat yang lebih lama
daripada biasanya, itu juga pertanda bahwa kita berjalan terlalu cepat. Dan
apabila kita membutuhkan istirahat setiap setengah jam atau kurang, maka itu
pertanda kondisi kita terlalu capai.
Kalau
hal itu terjadi tidak terlalu jauh dari pos atau puncak mungkin kita bisa
memaksakan diri untuk berjalan agar segera mencapai tujuan. Tetapi jikalau hal
itu terjadi ditengah perjalanan, maka sebaiknya kita mengambil istirahat
panjang kalau perlu mendirikan tenda atau tempat perlindungan. Makan dan minum secukupnya untuk
mengembalikan tenaga yang hilang, kalau perlu dimasak agar hangat dan
segar. Ada
baiknya memakan sedikit garam agar kaki tidak kram, karena banyaknya keringat
yang mengucur memungkinkan berkurangnya kadar garam dalam tubuh.
Banyak
orang awam mengira, bahwa menenggak
minuman keras merupakan cara terbaik untuk mengusir dingin. Dugaan itu salah besar, sebab minuman keras
menyebabkan pembuluh darah kulit mengembang, sehingga udara dingin mendapat
peluang untuk masuk ke dalam tubuh. Lagi pula minuman keras merupakan salah
satu faktor penyebab mountain sickeness. Ada
pun kebiasaan orang bule untuk menenggak minuman keras ( satu sloki ) adalah
sekedar untuk memperlancar peredaran darah mereka.
Ketika
berjalan, perhatikan betul medan yang dihadapi
karena dengan mengenal tanda-tanda medan
yang dilalui akan memperkecil kemungkinan tersesat. Kalau melewati medan yang penuh kerikil
atau batu, harap berhati-hati karena kita akan mudah tergelincir kalau ceroboh.
Cara yang terbaik adalah memeriksa daerah yang akan kita pijak terlebih dahulu.
Medan terjal yang
berumput seringkali membahayakan, lebih-lebih ketika basah oleh embun atau
hujan. Pendaki yang kurang hati-hati akan tergelincir, terutama apabila sepatu
bersol karet atau kulit. Demikian juga medan
becek dan berlumpur, licin dan berbahaya.
Jangan percaya pohon-pohon kecil di pinggir
tebing. Pohon-pohon ini seringkali tidak kuat menahan berat tubuh kita,
sehingga gampang sekali tercabut bila kita mencoba menjadikannya sebagai
tumpuan beban disamping itu banyak pula batang-batang pohon yang lapuk. Kalau
kita tidak yakin akan kemampuan pohon tersebut dalam menahan beban, sebaiknya
pohon itu kita gunakan sebagai penjaga keseimbangan saja.
Mendaki
gunung dengan lerengnya yang berpasir sangatlah sukar dibandingkan dengan tanah
keras. Setiap kali kaki menjejak tanah berpasir itu pasti akan melorot setengah
langkah ke bawah. Orang pertama kadang-kadang harus menjejakkan kakinya
kuat-kuat ke atas tanah berpasir tersebut agar tidak melorot, orang kedua dan
seterusnya dapat mengikuti bekas pijakan orang pertama agar tidak cepat lelah.
Berjalan
di atas punggung dari sebuah tebing yang tipis dengan jurang menganga di kanan
kiri kita, membutuhkan keseimbangan tubuh yang tinggi. Angin kencang yang kerap
kali meniup akan menggoyahkan keseimbangan badan. Jangan mengayunkan tangan
keras-keras, berjalanlah dengan tenang dan konsentrasi tetapi tetaplah dalam
irama yang teratur dan tidak kaku.
Berhati-hatilah melewati daerah kawah dan
sekitarnya, karena tidak jarang dijumpai gas-gas beracun. Kalau kepala kita
pusing segeralah menghindar dan carilah tempat yang berudara segar untuk
mengembalikan kondisi tubuh.
Sewaktu kita turun gunung pun harus ekstra
hati-hati karena pada saat itu, tentunya kita sudah dalam keadaan lelah setelah berjalan mendakinya. Turun
dalam keadaan lelah dengan beban dipunggung adalah suatu masalah tersendiri.
Karena seluruh berat badan akan mendorong kita ke bawah, sehingga kaki yang
menyangga tubuh akan mendapat beban tambahan. Otot kaki bekerja lebih berat,
karenanya kemungkinan tergelincir, terguling atau terkilir akan lebih besar.
Istirahatlah yang cukup sewaktu turun gunung, hal ini akan membantu otot kaki
agar tidak terlalu tegang.
Sebelum turun, ikatlah tali sepatu lebih
kencang daripada biasanya. Tekanan berat badan ke muka pada waktu turun
akan menyakiti jari-jari kaki yang terdorong dan tertekuk di ujung sepatu,
terutama apabila sepatu terlalu sempit atau pas. Mengikat tali sepatu dengan
kencang akan membantu agar telapak kaki tidak mudah bergeser dan membuat
jari-jari tertekuk.
Makin
panjang lereng gunung yang dituruni, maka makin cepat pula kita terseret ke
bawah. Segeralah mengambil tindakan untuk menghentikannya, yaitu dengan cara
mendaratkan kaki di batu yang menonjol atau menancapkan tumit ke tanah yang
gembur atau berpasir. Jagalah agar berat
tubuh tetap di atas kedua kaki, janganlah berjalan turun dengan beban tubuh
yang terlalu kemuka. Berjalanlah dengan zig-zag pada medan yang curam sekali, ini akan membantu
dalam mengatur napas dan irama langkah.
Turun
dilereng berpasir akan sangat menyenangkan apabila kita lakukan dengan gerakan
merosot bak penunggang salju. Agar gerakan merosot kita tidak terlalu jauh,
jejakkan tumit sepatu sedalam-dalamnya di tanah berpasir tersebut pada
saat-saat yang diperlukan. Namun tehnik ini akan menyebabkan sepatu kita
kemasukan pasir dan kerikil. Untuk menaggulanginya kita harus mengenakan
Gaiter.
Ikutilah lintasan-lintasan yang telah ada
dengan seksama. Hapalkan ciri-ciri khas dalam setiap lintasan, siapa tahu
akan berguna bila kita kehilangan arah nantinya. Jangan memotong lintasan yang
telah ada. Jalan setapak di atas gunung memang berkelok-kelok, tetapi biasanya
lintasan tersebut mengikuti kontur ( garis ketinggian ) alam, sehingga menjadi
tidak terlalu curam. Memotong lintasan atau potong kompas berarti merusak jalan
setapak yang telah ada. Biasanya jalan yang memotong itu lebih curam, lebih
sukar dilalui dan lebih menguras tenaga.
Medan yang berhutan lebat
sering menghilangkan lintasan yang ada. Kalau
terpaksa harus membuka jalan, mulailah dengan hati-hati sekali. Gunakan golok untuk
menebas duri yang menghalangi, lakukan tebasan sedikit mungkin, kalau bisa
disibakkan dengan tangan atau didorong dengan tubuh, kenapa harus ditebas ?
lagi pula, hal ini lebih menghemat tenaga.
Gunung-gunung
yang sering di daki mempunyai jalan setapak yang jelas kelihatan. Apabila kita
melihat beberapa jalan setapak dalam
lintasan, segeralah mengambil keputusan untuk mengikuti jalan setapak
yang paling kelihatan. Jalan setapak yang tidak jelas karena kurang sering
dilalui, biasanya merupakan lintasan penebang hutan.
Kalau terpaksa keluar lintasan yang telah
ada, selalu ambil jalan di atas punggung-punggung gunung. Hindari jalan
diceruk-ceruk atau mengikuti sungai, sungai memang menunjukkan arah yang
gampang dilalui untuk ke bawah, tetapi mengikutinya berbahaya sekali.
Sungai-sungai di gunung seringkali berupa tebing-tebing curam dan air terjun,
sehingga sukar dituruni apabila tidak memakai peralatan khusus. Banyak
kecelakaan yang disebabkan karena mengikuti sungai.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّٱلْعَٰلَمِين