--> بِسْــــــــــــــــمِاﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Rabu, 15 Januari 2014

LANGKAH – LANGKAH DALAM PENDAKIAN

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Pada dasarnya, penguasaan tehnik ber-jalan yang baik harus dimiliki oleh para pendaki gunung. Karena tehnik berjalan di gunung tidaklah sama dengan tehnik berjalan kita sehari-hari. Seperti pejalan-pejalan kaki lainnya, kita harus berjalan dalam satu irama yang tetap hanya bedanya di gunung kita harus berjalan dengan beban ( ransel ) dipunggung melintasi lembah, mendaki tebing dan meniti punggung-punggung gunung yang tipis.
Ada beberapa patokan yang perlu diperhatikan dalam berjalan di gunung. Berjalanlah dengan langkah-langkah kecil, jangan terlalu memaksa untuk melangkah lebar-lebar. Langkah yang terlalu lebar menyebabkan berat badan seringkali disangga oleh satu kaki, karenanya keseimbangan badan sering goyah. Ingat, kaki tidak hanya sekedar menahan berat badan tetapi harus juga menahan beban yang ada di dalam ransel. Dengan langkah kecil, gerakan napas lebih teratur dan ini merupakan cara yang tepat untuk menghemat tenaga.
Kalau kita sukar bernyanyi atau berbicara dengan teman disebelah, itu berarti pertanda bahwa kita berjalan terlalu cepat. Lebih baik berjalan lambat dengan istirahat yang sedikit, daripada berjalan cepat dengan waktu istirahat yang panjang. Kendati lambat berjalanlah dengan irama yang tetap. Sebagai ukuran minimal boleh dikatakan berjalan satu jam dengan istirahat sepuluh menit adalah normal. Selama kita berjalan ada baiknya kita selalu mengunyah kembang gula minimal duapuluh menit sekali, hal ini dimaksudkan agar peredaran darah ke otak  berjalan lebih lancar.
Ketika beristirahat, duduklah dengan kaki yang melonjor lurus sedikit di atas badan untuk mengembalikan peredaran darah supaya mengalir normal, karena ketika kita berjalan aliran darah telah turun dan terpusat di kaki. Teguklah sedikit minuman agar tidak dehidrasi dan makanlah sedikit makanan untuk menambah kalori. Serta usahakan agar tidak beristirahat di tempat berangin, karena udara dingin dapat mengerutkan otot yang sedang beristirahat.
Jangan terlalu lama beristirahat, sayang otot kaki yang sudah kencang nanti mengendur dan membutuhkan pemanasan lagi. Apabila dirasakan bahwa kita memerlukan waktu istirahat yang lebih lama daripada biasanya, itu juga pertanda bahwa kita berjalan terlalu cepat. Dan apabila kita membutuhkan istirahat setiap setengah jam atau kurang, maka itu pertanda kondisi kita terlalu capai.
Kalau hal itu terjadi tidak terlalu jauh dari pos atau puncak mungkin kita bisa memaksakan diri untuk berjalan agar segera mencapai tujuan. Tetapi jikalau hal itu terjadi ditengah perjalanan, maka sebaiknya kita mengambil istirahat panjang kalau perlu mendirikan tenda atau tempat perlindungan. Makan dan minum secukupnya untuk mengembalikan tenaga yang hilang, kalau perlu dimasak agar hangat dan segar. Ada baiknya memakan sedikit garam agar kaki tidak kram, karena banyaknya keringat yang mengucur memungkinkan berkurangnya kadar garam dalam tubuh.
Banyak orang awam mengira, bahwa menenggak minuman keras merupakan cara terbaik untuk mengusir dingin. Dugaan itu salah besar, sebab minuman keras menyebabkan pembuluh darah kulit mengembang, sehingga udara dingin mendapat peluang untuk masuk ke dalam tubuh. Lagi pula minuman keras merupakan salah satu faktor penyebab mountain sickeness. Ada pun kebiasaan orang bule untuk menenggak minuman keras ( satu sloki ) adalah sekedar untuk memperlancar peredaran darah mereka.
Ketika berjalan, perhatikan betul medan yang dihadapi karena dengan mengenal tanda-tanda medan yang dilalui akan memperkecil kemungkinan tersesat. Kalau melewati medan yang penuh kerikil atau batu, harap berhati-hati karena kita akan mudah tergelincir kalau ceroboh. Cara yang terbaik adalah memeriksa daerah yang akan kita pijak terlebih dahulu.
Medan terjal yang berumput seringkali membahayakan, lebih-lebih ketika basah oleh embun atau hujan. Pendaki yang kurang hati-hati akan tergelincir, terutama apabila sepatu bersol karet atau kulit. Demikian juga medan becek dan berlumpur, licin dan berbahaya.
Jangan percaya pohon-pohon kecil di pinggir tebing. Pohon-pohon ini seringkali tidak kuat menahan berat tubuh kita, sehingga gampang sekali tercabut bila kita mencoba menjadikannya sebagai tumpuan beban disamping itu banyak pula batang-batang pohon yang lapuk. Kalau kita tidak yakin akan kemampuan pohon tersebut dalam menahan beban, sebaiknya pohon itu kita gunakan sebagai penjaga keseimbangan saja.
Mendaki gunung dengan lerengnya yang berpasir sangatlah sukar dibandingkan dengan tanah keras. Setiap kali kaki menjejak tanah berpasir itu pasti akan melorot setengah langkah ke bawah. Orang pertama kadang-kadang harus menjejakkan kakinya kuat-kuat ke atas tanah berpasir tersebut agar tidak melorot, orang kedua dan seterusnya dapat mengikuti bekas pijakan orang pertama agar tidak cepat lelah.
Berjalan di atas punggung dari sebuah tebing yang tipis dengan jurang menganga di kanan kiri kita, membutuhkan keseimbangan tubuh yang tinggi. Angin kencang yang kerap kali meniup akan menggoyahkan keseimbangan badan. Jangan mengayunkan tangan keras-keras, berjalanlah dengan tenang dan konsentrasi tetapi tetaplah dalam irama yang teratur dan tidak kaku.
Berhati-hatilah melewati daerah kawah dan sekitarnya, karena tidak jarang dijumpai gas-gas beracun. Kalau kepala kita pusing segeralah menghindar dan carilah tempat yang berudara segar untuk mengembalikan kondisi tubuh.
Sewaktu kita turun gunung pun harus ekstra hati-hati karena pada saat itu, tentunya kita sudah dalam keadaan lelah setelah berjalan mendakinya. Turun dalam keadaan lelah dengan beban dipunggung adalah suatu masalah tersendiri. Karena seluruh berat badan akan mendorong kita ke bawah, sehingga kaki yang menyangga tubuh akan mendapat beban tambahan. Otot kaki bekerja lebih berat, karenanya kemungkinan tergelincir, terguling atau terkilir akan lebih besar. Istirahatlah yang cukup sewaktu turun gunung, hal ini akan membantu otot kaki agar tidak terlalu tegang.
Sebelum turun, ikatlah tali sepatu lebih kencang daripada biasanya. Tekanan berat badan ke muka pada waktu turun akan menyakiti jari-jari kaki yang terdorong dan tertekuk di ujung sepatu, terutama apabila sepatu terlalu sempit atau pas. Mengikat tali sepatu dengan kencang akan membantu agar telapak kaki tidak mudah bergeser dan membuat jari-jari tertekuk.
Makin panjang lereng gunung yang dituruni, maka makin cepat pula kita terseret ke bawah. Segeralah mengambil tindakan untuk menghentikannya, yaitu dengan cara mendaratkan kaki di batu yang menonjol atau menancapkan tumit ke tanah yang gembur atau berpasir. Jagalah agar berat tubuh tetap di atas kedua kaki, janganlah berjalan turun dengan beban tubuh yang terlalu kemuka. Berjalanlah dengan zig-zag pada medan yang curam sekali, ini akan membantu dalam mengatur napas dan irama langkah.
Turun dilereng berpasir akan sangat menyenangkan apabila kita lakukan dengan gerakan merosot bak penunggang salju. Agar gerakan merosot kita tidak terlalu jauh, jejakkan tumit sepatu sedalam-dalamnya di tanah berpasir tersebut pada saat-saat yang diperlukan. Namun tehnik ini akan menyebabkan sepatu kita kemasukan pasir dan kerikil. Untuk menaggulanginya kita harus mengenakan Gaiter.
Ikutilah lintasan-lintasan yang telah ada dengan seksama. Hapalkan ciri-ciri khas dalam setiap lintasan, siapa tahu akan berguna bila kita kehilangan arah nantinya. Jangan memotong lintasan yang telah ada. Jalan setapak di atas gunung memang berkelok-kelok, tetapi biasanya lintasan tersebut mengikuti kontur ( garis ketinggian ) alam, sehingga menjadi tidak terlalu curam. Memotong lintasan atau potong kompas berarti merusak jalan setapak yang telah ada. Biasanya jalan yang memotong itu lebih curam, lebih sukar dilalui dan lebih menguras tenaga.
Medan yang berhutan lebat sering menghilangkan lintasan yang ada. Kalau terpaksa harus membuka jalan, mulailah dengan hati-hati sekali. Gunakan golok untuk menebas duri yang menghalangi, lakukan tebasan sedikit mungkin, kalau bisa disibakkan dengan tangan atau didorong dengan tubuh, kenapa harus ditebas ? lagi pula, hal ini lebih menghemat tenaga.
Gunung-gunung yang sering di daki mempunyai jalan setapak yang jelas kelihatan. Apabila kita melihat beberapa jalan setapak dalam  lintasan, segeralah mengambil keputusan untuk mengikuti jalan setapak yang paling kelihatan. Jalan setapak yang tidak jelas karena kurang sering dilalui, biasanya merupakan lintasan penebang hutan.
Kalau terpaksa keluar lintasan yang telah ada, selalu ambil jalan di atas punggung-punggung gunung. Hindari jalan diceruk-ceruk atau mengikuti sungai, sungai memang menunjukkan arah yang gampang dilalui untuk ke bawah, tetapi mengikutinya berbahaya sekali. Sungai-sungai di gunung seringkali berupa tebing-tebing curam dan air terjun, sehingga sukar dituruni apabila tidak memakai peralatan khusus. Banyak kecelakaan yang disebabkan karena mengikuti sungai.


ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّٱلْعَٰلَمِين