SAR adalah singkatan dari bahasa Inggris Search And
Rescue yang berarti usaha atau kegiatan untuk melakukan pencarian, pertolongan,
dan penyelamatan terhadap orang ataupun barang yang mengalami musibah atau
diperkirakan hilang dalam suatu musibah penerbangan, pelayaran, bencana alam,
dan kegiatan kepecintaalaman.
Kegiatan SAR pada hakikatnya adalah kegiatan kemanusiaan dan merupakan
kewajiban moril setiap orang yang dilakukan secara suka rela dan tanpa pamrih
untuk menolong korban musibah dengan cepat dan efisien dengan memanfaatkan
sember daya yang ada. Dalam melakukan tugas operasinya dilakukan suatu
pengalaman, dan kemampuan SAR yang meliputi 3 aspek, yaitu:
A. Sebelum operasi SAR
B. Selama operasi SAR
C. sesudah operasi SAR
disamping pembagian dalam ketiga aspek tersebut, perlu juga ditanamkan
doktrin SAR kepada mereka yang memberikan atau menyediakan jasa SAR melalui
penerangan, penyuluhan pendidikan dan latihan.
Berhasil operasi SAR juga tergantung kepada kecakapan korban untuk tetap
hidup, unsur-unsur yang akan ditugaskan dalam operasi SAR harus paham dan mahir
dalam operasi SAR dan Survival sehingga operasi bisa berdaya guna dan berhasil
guna tanpa membahayakan keselamatan survivor ataupun sipenyelamat sendiri. Dan
pengetahuan teori serta keterampilan dalam prektek harus secara kontinue
dipelihara dan secara periodik ditest.
SEJARAH SAR
Organisasi SAR setiap negara mempunyai struktur yang berbeda sesuai dengan
latar belakang pembentukan dan kebutuhan masing-masing negara, namun cara kerja
semuanya sama. Pada tahun 1950 Indonesia masuk menjadi anggota ICAO (
International Civil Aviation Organitation / Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional ) yang sejak itu Indonesia diharapkan mempunyai organisasi SAR
yang mampu menangani musibah penerbangan.
Kemudian tahun 1955 dibentuklah panitia SAR oleh Dewan Penerbangan
berdasarkan PP No 5 tahun 1955. Panitia ini mempunyai 3 tugas pokok, yaitu:
A. Membentuk badan gabungan SAR
B. Membentuk pusat-pusat Regional
C. Membuat anggaran pembiayaan dan materiil
Tahun 1966 dengan kepres 203/66 negara kita menjadi anggota IMCO (
Intergovernmental Maritime Consultative Organitation ). Baru tahun 1968
beberapa instansi sipil dan militer yang mempunyai kekuatan dan prasarana
maupun sistem komunikasi, memulai melaksanakan SAR secara sungguh-sungguh namun
belum berhasil karena cara kerja masih individu.
Dengan dikeluarkannya SK menhub No. T 20/12-U tentang ditetapkannya team
SAR Jakarta yang pembentukannya diserahkan kepada perhubungan ( dirjen ) udara
yang merupakan embrio SARNAS sekarang. Pada tahun yang sama terdapat proyek
South East Asia Coordinating Comittee On Transport And Communication, dimana
SAR menjadi umbrella Project untuk negara-negara Asia Tenggara.
Tanggal 28 Februari 1972 keluarlah kepres No. 11/72 yang disebut BASARI (
Badan SAR Indonesia ) dengan susunan organisasi terdiri dari pimpinan, Pusat
Koordinasi Rescue, Sub Pusat Koordinasi Rescue serta unsur-unsur SAR. Dan baru tanggal 20 Juni 1972 ditunjuk
seorang kepala Pusat Koordinasi SAR ( PUSARNAS )
Pada kepres No. 44 dan 45 tahun 1974 dijelaskan antara lain PUSARNAS
sebagai singkatan dari pusat SAR Nasional dan dibawah departemen Perhubungan.
Dan pada kepres 447 tahun 1979 PUSARNAS diganti menjadi BASARNAS ( badan SAR
Nasional ). Kepres 48/79 dijelaskan bahwa anggota BASARI termasuk anggota BAKORNAS PBA (badan
koordinasi nasional penanggulangan bencana alam), dan untuk kelancaran
tugas-tugas dilapangan dikeluarkan pula instruksi Menhub bahwa kepala BASARNAS
ditunjuk sebagai kuasa kitua BASARI (menteri keuangan, menteri perhubungan,
mendagri, mensos, menlu, menhankam) :
untuk tugas-tugas dilapangan. Dalam kepres no. 48/79 disebutkan bahwa
BASARI termasuk anggota BAKORLAK PBA (
badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam ).
BASARNAS
Mempunyai tugas pokok membina dan mengkoordinasi semua usaha dan kegiatan
pencarian pemberian pertolongan dan penyelamatan sesuai dengan peraturan SAR
Nasional dan Internasional terhadap orang atau materiil yang dijabarkan dalam
struktur intern BASARNAS sebagai berikut:
1.
Sekretasis
Badan
Bertugas memberi pelayanan tekhnis dan
administratif bagi seluruh satuan organisasi di lingkungan BASARNAS dalam
rangka pelaksanaan tugas.
2.
Pusat
Pembinaan Fasilitas SAR
Bertugas membian memberikan pengarahan
mengkoordinasikan potensi-potensi SAR baik tenaga maupun peralatan dalam
persiapan menghadapi setiap kemungkinan terjadinya musibah.
3.
Pusat
Operasi SAR
Bertugas membina dan menjalankan pengendalian
operasi komunikasi elektronik, maka pusat operasi terdiri dari bidang
pengendalian dan bidang komunikasi elektronik.
4.
Kantor
koordinasi Rescua (KKR)
Tugas KKR menyelenggarakan suatu koordinasi Rescue
guna mengkoordinir semua unsur SAR dan
fasilitas SAR untuk kegiatan diwilayah tanggung jawabnya. Dalam organisasi
intern KKR, tugas ini dijabarkan sebagai berikut:
a.
Seksi
perencanaan.
Bertugas membantu kepala KKR dibidang perencanaan dan program serta
mempersiapkan perjanjian dengan instansi lain.
b.
Seksi
operasi.
Bertugas melaksanakan sistem dan SAR dalam wilayah
tanggung jawabnya.
c.
Seksi
umum.
Bertugas melaksanakan pelayanan tekhnis dan
administratif. Berarti kepada KKR bertanggung jawab atas terselenggaranya
operasi SAR yang efektif dan efisien dalam waktu sesingkat-singkatnya pada
wilayah yang ditetapkan.
Pembagian wilayah Indonesia, dibagi menjadi 4 KKR antara lain:
·
KKR I
berpusat di Jakarta dengan SKR Medan, Pekanbaru, Padang, Palembang, Tanjung
Pinang, dan Pontianak.
·
KKR
II berpusat di Surabaya dengan KKR Balikpapan, Banjarmasin, dan Denpasar.
·
KKR
III berpusat di Ujung Pandang dengan SKR Manado, Kupang, dan Ambon.
·
KKR
IV berpusat di Biak dengan SKR Sorong, Jayapura, dan Merauke.
5.
Sub
Koordinasi Rescue ( SKR )
Bertugas sebagai perangkat pelaksana SAR,
mengkoordinasi dan mengerahkan pengguna fasilitas sarana, personil diwilayah
tanggung jawabnya. SKR mempunyi fungsi:
·
Melaksanakan
peningkatan kegiagaan dan kemampuan teknis operasi
·
Mengusahakan
kerja sama semua unsur SAR yang berada dalam wilayahnya.
·
Menghubungi
instansi pemerintah dan swasta diwilayah tanggung jawabnya sebagai koordinator
SAR.
·
Merencanakan
dan mengendalikan pelaksanaan-pelaksanaan SAR dalam wilayahnya.
·
Mengumpulkan
data-data keterangan fasilitas dan personil serta naterial dalam wilayahnya
yang dilakukan untuk tugas SAR.
·
Menyusun
laporan hasil operasi.
KOMPONEN PENUNJANG OPERASI SAR.
Tugas pelaku dan pengetahuan yang diperlukan oleh masing-masing komponen
SAR:
§
Menentukan
lokasi.
Sepenuhnya menjadi tugas dan wewenang
serta tanggung jawab SMC dan OSC. Adapun keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan antara lain Manajemen Perjalanan, Mengevaluasi dan Mengklasifikasi
Informasi, Pengetahuan Navigasi, perlengkapan dan perbekalan, SAR dan Pemahaman
Lokasi Musibah.
§
Mencari,
menenangkan dan mengevakuasi.
Tugas ini sepenuhnya menjadi wewenang dan
tanggung jawab SRU. Adapun pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan adalah
pengetahuan Navigasi, Survival, PPPK, manajemen perjalanan, SAR, Mounteneering,
serta perlengkapan, dan perbekalan.
Ada lima (5) komponen penunjang operasi SAR, yaitu:
1)
Organisasi
Organisasi sebagai komponen penunjang operasi SAR
adalah struktur organisasi SAR yang meliputi aspek pengerahan unsur koordinasi,
komando, dan pengendalian, kewenangan lingkup penegasan dan tanggung jawab
untuk penanganan suatu musibah. Dibentuk dalam jangka waktu tertentu ( 7-14
hari ).
a) SC ( SAR Coordinator )
Adalah koordinator SAR yang dijabat oleh
pejabat yang mempunyai tanggung jawab untuk menjamin dapat terselenggaranya
suatu operasi SAR yang efisien dengan menggunakan seluruh sumber daya (potensi)
SAR yang terdapat di daerahnya dengan hasil yang optimal.
Tugas SC meliputi:
i)
Menyelenggarakan
koordinasi untuk unit dan fasilitas SAR diwilayah tanggung jawabnya sesuatu
dengan kebutuhan KKR/SKR.
ii)
Menjalin
hubungan kerjasama dengan berbagai instansi/organisasi berpotensi SAR.
iii)
Turut
mengawasi penggunaan fasilitas komunikasi, khususnya pada frekuensi-frekuensi
yang digunakan untuk koordinasi dan pengendalian operasi SAR.
iv)
Mengadakan
aksi/tindakan dengan cepat untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan KKR/SKR
segera setelah mendapat berita yang berhubungan dengan kejadian musibah.
v)
Memelihara
prosedur pelaksanaan operasi SAR sesuai dengan pelaksanaan yang ada.
vi)
Memberikan
laporan/informasi tentang pelaksanaan operasi kepada setiap instansi/organisasi
yang memerlukan.
vii)
Menyarankan
SMC untuk melaksanakan pengendalian operasi.
Setelah penghentian operasi, melaporkan
pelaksanaan penanggung jawab kegiatan SAR ke BASARNAS/KKR/SKR.
SC dapat dijabat oleh kepala BASARNAS,
kepala KKR, kepala SKR atau pejabat setempat yang mempunyai kewenangan dalam
pengendalian operasi SAR, yang terpenting untuk menjadi SMC harus mempunyai
kualifikasi sebagai seorang SMC yang telah melalui pendidikan.
b) SMC (SAR Mision Coordinaror)
SMC biasanya dijabat oleh pejabat yang ditunjuk
oleh BASARNAS /SKR/KKR untuk melaksanakan koordinasi dan pengendalian operasi
SAR, yang terpenting untuk menjadi SMC harus mempunyai kualifikasi sebagai
seorang SMC yang telah melalui pendidikan.
Kualifikasi/kemampuan sebagai seorang SMC adalah
mengenal dan pengalaman dalam medan operasi, dapat memberikan komando terhadap
suatu misi/operasi SAR, memahami proses
maupun teknik-teknik membuat rencana operasi SAR dapat berlangsung secara
efektif dan efisien dan dalam pengendalian operasi seorang SMC harus memahami
jaring komunikasi serta dapat mengendalikan SRU.
Tugas SMC antara lain:
i. Melakukan
analisa informasi ang berhubungan dengan pelaksanaan operasi.
ii. Membuat klasifikasi tingkat darurat
kejadian musibah ( Emergency Phase ) sebelum operasi SAR.
iii. Menyiagakan unsur SAR yang akan membantu
pelaksanaan operasi SAR.
iv. Membuat perencanaan operasi SAR.
v. Mencari informasi selengkapnya tentang
keadaan kejadian musibah.
vi. Memberi brieffing dan debriefing kepada
unsur pelaksana operasi SAR
vii. Menentukan channel/frekuensi komunikasi
pengendalian komunikasi di lokasi musibah dan komunikasi untuk monitoring
selama operasi SAR.
viii.
Melakukan
plotting sesuai dengan perkembangan pencarian, kemungkinan penemuan (
Probability Of Detection) dengan menggunakan transparan yang diganti setiap 12
s/d 24 jam.
ix. Pencatatan data kronologis, pembuatan log
dan pencatatan SRU yang digunakan, lamanya penggunaan SRU, hasil yang dicapai,
lalu lintas pemberitaan dan evaluasi perkembangan harian serta penentuan POD (
Probability Of Dedection / kemungkinan penemuan)
x. Meminta fasilitas SAR bila diperlukan.
xi. Mengendalikan SAR.
xii. Memelihara hubungan dengan SC dan membuat
laporan secara periodik (lapsit/laporan situasi)
xiii.
Memberi
penjelasan kepada media massa tentang perkembangan kegiatan.
xiv. Menyerahkan survivor kepada instansi yang
berwenang ( bila telah ditemukan ).
Seorang SMC harus
mempunyai SMC kit yaitu perlengkapan yang siap pakai dan lengkap untuk
digunakan oleh SMC. SMC kit itu antara lain:
1) Peta
daerah operasi.
2) Pedoman
SAR yang berlaku.
3) Formulir-formulir
(SAR mission log, SAR form, SAR mission folder), juga formulir untuk permintaan
bantuan.
4) Peralatan
ploting antara lain: plastic transparan, perlengkapan navigasi, pensil, pena
berwarna, dll.
5) Dokumen-dokumen
yang diperlukan untuk operasi SAR.
Perlengkapan
posko yang diperlukan untuk operasi SAR:
1.
Peta dinding memuat gambar batas wilayah SRU,
pangkalan-pangkalan induk SRU, instansi-instansi yang diperlukan dalam operasi.
2.
Peta lokasi fasilitas SAR.
3.
Perlengkapan ploting antara lain meja ploting,
alat gambar, plotter, plastic, pensil, pena, peta topografi, serta tabel-tabel
yang dipergunakan dalam perhitungan.
4.
Perlengkapan komunikasi posko.
5.
Papan monitoring operasi SAR.
6.
Laporan operasi normal secara periodic yang
diterima dari SRU.
7.
Staff SMC.
8.
Calculator yang dipergunakan untuk perhitungan.
9.
Data tentang daerah bahaya.
10.
Daftar logistic dan komponen SAR.
c)
OSC ( On Scene Commander)
Adalah
pejabat yang ditunjuk SMC untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan
unsure-unsur SAR dilapangan, berarti OSC melaksanakan sebagian tugas-tugas SMC
yang dilimpahkan kepadanya. OSC baru ada apabila dipandang perlu oleh SMC guna
membantu kelancaran komunikasi yang ada dan luasnya area pencarian dan
persyaratan OSC sama dengan SMC.
d)
SRU (Search and Rescue Unit)
Adalah unsur
SAR yang dioperasikan pada kegiatan SAR dan mengikuti pentahapan operasi, SRU
ini biasanya berupa unsur SAR dari berbagai instansi sipil ataupun militer,
masyarakat, organisasi-organisasi lain yang angin berpartisipasi.
Seorang
anggota SRU harus memiliki kemampuan teknik hidup dialam bebas, teknik
penyelamatan/pertolongan (PPPK), fotografi, teknik-teknik penyelidikan musibah.
Tugas SRU
antara lain:
1.
Menjalankan tugas SMC/OSC.
2.
Memelihara hubungan komunikasi dengan SMC/OSC
3.
Member laporan kepada SMC/OSC mengenai informasi
kedatangan di lokasi musibah, keterbatasan kemampuan, rencana pencarian.
4.
Memberi laporan operasi normal setiap 15 menit
untuk pesawat bermesin tunggal dan 30 menit untuk pesawat bermesin ganda.
5.
Bila survivor ditemukan segera menghubungi dan
menyampaikan laporan berupa posisi, identitas, keadaan fisik survivor, keadaan
cuaca ditempat ditemukan, jenis peralatan darurat yang diperlukan dan droping
yang diperlukan.
6.
Melaporkan setiap ditemukan tanda-tanda
survivor.
7.
Bila survivor ditemukan, maka prosedur yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut :
8.
Menjaga survivor tetap dapat terlihat (bila
sulit dijangkau)
9.
Memberi tanda posisi survivor, melakukan
pertolongan/penyelamatan bila mampu, melaporkan hasil pencarian, daerah
pencarian yang sebenarnya dan menunggu mendapatkan debriefing dari SMC/OSC.
2) Fasilitas
Yang dimaksud
fasilitas SAR adalah pendukung dari seluruh penyelenggara operasi SAR, dapat
berupa fasilitas milik pemerintah, swasta, perusahaan, kelompok masyarakat
maupun perorangan yang digunakan dalam operasi SAR. Jenisnya dapat berupa
komponen peralatan, perbekalan, tenaga dan perlengkapan SAR.
3) Komunikasi
Komponen
berupa penyelenggaraan komunikasi sebagai sarana untuk fungsi deteksi
terjadinya musibah, fungsi komando dan pengendalian untuk membina kerjasama
dalam operasi SAR.
4) Emergency
Care.
Komponen
berupa fasilitas penyediaan peralatan gawat darurat yang bersifat sementara,
termasuk mengevakuasi korban ketempat yang lebih memadai. Termasuk didalamnya
penerapan keahlian pertolongan pertama darurat kepada korban dilokasi kejadian.
5) Dokumentasi
Memberikan
semua data dan analisa dari informasi yang berhubungan dengan operasi SAR,
termasuk semua data yang diterima pada tahap kekhawatiran sampai tahap terakhir
konklusi misi, khususnya dimasukkan cerita/catatan baik secara tertulis atau
visual (gambar/foto), dan ini merupakan bahan untuk evaluasi kegiatan dan
merupakan pedoman bagi kegiatan selanjutnya.
PELAKSANAAN DALAM OPERASI SAR.
Adanya berita musibah dapat
diberlakukan operasi SAR. Berita musibah
dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) klasifikasi tingkat keadaan darurat
(Emergency Phase).
1.
Increta
( Ucertainity Phase/ Fase meragukan)
Suatu keadaan
Emergency yang ditujukan atau ditandai suatu keadaan keragu-raguan mengenai
keselamatan penumpang kapal/pesawat karena diketahui kemungkinan mereka
menghadapi kesulitan atau karena pesawat/kapal tidak memberikan posisi yang
sebenarnya.
2.
Alerta
(Alert Phase)
Suatu keadaan
emergency yang ditujukan dengan adanya kekhawatiran, kecemasan mengenai
keselamatan penumpang kapal/pesawat karena ada informasi yang jelas bahwa
mereka menghadapi kesulitan serius yang mengarah kepada kesengsaraan (distress)
atau karena kapal/pesawat tidak memberikan posisi lebih lanjut.
3.
Distresta
(Distress Phase/Fase Darurat Bahaya)
Keadaan
emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan oleh
pesawat/kapal yang tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman yang serius
atau darurat, bahaya atau kurang/hilangnya informasi perkembangan posisi/keadaan
setelah prosedur Alert Phase dilalui.
Ada 5 tahap tindakan yang harus
dilakukan dalam menghadapi musibah SAR (SAR stage)
1)
Awareness
stage (tahap menyadari/kekhawatiran)
Tahap dimana
diketahuinya suatu musibah, yaitu dengan adanya informasi berita musibah.
Operasi SAR dilaksanakan bila ada informasi musibah yang memerlukan pencarian,
pertolongan , dan penyelamatan terhadap korban yang mengalami musibah. Berita
musibah sering kali diterima dari kawan seperjalanan (musibah gunung hutan),
baik melalui tatap muka maupun komunikasi radio. Adanya informasi musibah, pertama yang harus
dilakukan adalah mengecek kebenaran dari berita tersebut, sampai pengiriman
berita yang pertama. Kalau perlu cek kealamat pengiriman berita ataupun
rekan-rekan yang mengalami musibah sampai berita musibah itu dapat
dipertanggungjawabkan.
2)
Initial
action stage (tahap kesiagaan/aksi awal)
Pada tahap
aksi awal ini, menyeleksi informasi apakah dalam klasifikasi incerfa, alerfa,
atau disterfa, kemudian melakukan konsolidasi,. Kepastian tentang musibah harus
secepatnya dilanjutkan dengan gerak yang praktis dan efisien dalam penyebaran
berita kepada potensi SAR yang ada.
Seperti rekan pecinta alam, PMI, rekan breaker dan menwa. Hal-hal yang harus
diperhatikan usahakan menyebarkan berita ke person atau lewat organisasi, lalu
mereka yang kita harapkan untuk meneruskan keorang lain, sehingga terjadi
proses “getok tular”. Pada setiap
penyampaian berita harus disertai dengan informasi waktu dan tempat untuk
melakukan konsolidasi dan pemberangkatan menuju lokasi, pemberitahuan informasi
ini atas inisiatif sendiri. Pada waktu mereka telah berkumpul, maka diberi
penjelasan sedetail mungkin tentang berita musibah dan tindakan yang telah
dilakukan, sesudah itu serahkan rencana selanjutnya pada forum dan kita menjadi
anggota dari team pencari. Untuk pedoman bahwa pencarian 24 jam pertama
kemungkinan penyelamatan mencapai 60%, 24 jam berikutnya 10%.
3)
Planning
Stage (Tahap Perencanaan)
Tahap perencanaan dibagi menjadi
2 yaitu:
Ø
Rencana operasi
Rencana operasi dengan pembentukan
SMC beserta staf. Perencanaan ini bisa dilaksanakan pada tempat pertemuan tadi
ataupun pada lokasi terdekat dengan kejadian
(posko), usaha ini terjadi setelah terbentuknya forum tadi dengan
melakukan musyawarah untuk mufakat. Setelah terbentuknya SMC dan staff, maka
SMC dan staff bertanggungjawab membentuk OSC (kalau perlu) dan SRU dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada dari SC. Staff-staff SMC antara lain staf
navigator, staf logistic, staf komunikator.
Ø
Rencana pencarian.
Ada beberapa cara dalam membuat
rencana pencarian.
1. Dengan
melakukan perhitungan atas semua data yang ada secara logis, ditambah dengan
pengetahuan dan pengalaman pencarian terhadap medan musibah, akan dapat
ditentukan secara efisien dan akurat tentang lokasi yang paling memungkinkan
dari korban. Beberapa factor yang harus diperhitungkan adalah kondisi korban,
kondisi medan, cuaca, lama kejadian, kemampuan team pencari, serta fasilitas
pencarian yang dipunyai.
2. Dengan
melalui perhitungan matematis yaitu rumus-rumus yang pada dasarnya merupakan
pengembangan dari cara (1) , akan didapat suatu daerah pencarian dan
kemungkinan lokasi korban yang tidak jauh berbeda dengan cara (1).
3. Rencana
pencarian bila lokasi survivor telah diketahui. Hal ini akan lebih mudah dalam
pencarian.
Tahap-tahap rencana pencarian:
1. Memperkirakan
posisi survivor paling memungkinkan (most probable posisition/dantum)
2. Menghitung
luas area pencarian.
3. Menentukan
pola pencarian yang tepat.
4. Menentukan
area liputan (coverage area) yang diinginkan.
5. Membuat
rencana pencarian berdasarkan kesiapan dan kemampuan SRU.
Perencanaan pencarian ini
memerlukan beberapa pertimbangan antara lain:
1. Faktor
lingkungan tempat kejadian musibah.
2. Ketepatan
laporan posisi kecelakaan.
3. Tersedianya
fasilitas SAR.
4. Jangka
waktu sejak kejadian musibah dengan operasi SAR diaktifkan, tetapi dalam
menghadapi medan-medan terjal, search area dapat dipersempit dengan batas-batas
kontur yang curam.
Didalam menentukan search area
juga terdapat beberapa metode yaitu:
·
Metode teoritis.
Dengan cara melingkari daerah
pencarian pada jarak tertentu berdasarkan perkiraan jarak tempuh korban dari
titik awal sampai titik akhir korban berada.
·
Metode statistic.
Berdasarkan statistic
peristiwa-peristiwa yang lalu.
·
Metode subyektif.
Berdasarkan pengalaman dari
berbagai pihak yang pernah mengikuti kegiatan SAR. Dimana pendapat mereka
(sekalipun kurang obyektif) dapat dipakai sebagai panutan untuk melakukan
operasi SAR.
·
Metode mattson.
Setelah menentukan beberapa
search area, penentuan didasarkan pada suara mayoritas dari berbagai ahli atau
pihak yang pernah mengikuti operasi SAR
Pola-pola pencarian pada SAR
darat, dapat menggunakan 5 pola dasar:
Pemilihan
pola pencarian tergantung pada:
1. Luas
search area.
2. SRU
yang ada.
3. Kemampuan
bergerak dan navigasi SRU.
4. Kondisi
cuaca dan medan di search area.
5. Besar/ukuran
target.
6. Alat-alat
yang dimiliki survivor yang mudah dideteksi.
Formasi
penyapuan.
A. Penebasan
·
Untuk medan hutan lebat.
·
Penyusuran sungai atau jalan setapak.
B. Bersap
·
Untuk daerah terbuka dan datar
C. Ujung
tombak
·
Untuk daerah agak terbuka/ menyempit dan datar.
D. Ecelon
·
Untuk daerah gunung dan pola counter.
TEKNIK-TEKNIK PENCARIAN
Walaupun perencanaan-perencanaan
pencarian yang spesifik akan bervariasi tergantung pada situasinya, strategi
yang umum telah dikembangkan, yang akan dapat diterapkan untuk hampir seluruh
situasi dialam bebas. Kesemuanya ini berputar berkisar 5 mode sebagai berikut:
1.
Preliminary mode
Mengumpulkan
informasi-informasi awal, saat dari mulai team-team pencari diminta bantuan tenaganya
sampai kedatangannya dilokasi, formasi dari perencanaan pencarian awal,
perhitungan-perhitungan dan sebagainya.
2.
Confinement mode
Memantapkan garis batas
untuk mengurung orang yang hilang agar berada dalam area pencarian (search
area).
a.
Trail block.
Team kecil dikirim untuk
memblokir jalan-jalan setapak yang keluar masuk search area. Mereka mencatat
nama-nama dan data-data dari setiap orang yang meninggalkan search area dan
memberitahu yang akan masuk search area tentang orang hilang. Setidak-tidaknya
saru orang tetap berjaga sepanjang waktu dan dapat memperhitungkan bahwa tidak
ada seorangpun lolos lewat tanpa diketahui. Trail block harus tetap diawasi
sepanjang waktu sampai diperintahkan dalam bentuk lain.
b.
String lines.
Didalam daerah yang berpohon
dan bersemak lebat Tagged String Lines (bentangan tali yang bertanda) akan
dapat menarik perhatian survivor atau orang tersesat untuk mengikuti string
lines tersebut ketempat yang aman adalah perlu diperhatikan, tempat dimana
string lines ini berada harus merupakan lokasi dimana diperkirakan survivor ini
akan bergerak. Untuk keperluan praktis dan mengantisipasi kejadian, yang tidak
diinginkan perlu kiranya string lines ini terpasang di daerah yang rawan atau
menyesatkan jauh-jauh hari sebelum terjadinya suatu musibah perjalanan.
3.
Detection mode
Pemeriksaan-pemeriksaan
Tempat-tempat yang dicurigai bila dirasa perlu dan pencarian dengan cara
menyapu (sweep searches) diperhitungkan untuk menemukan orang yang hilang atau
barang-barangnya yang hilang.
1
Blitz team.
Pengiriman team kilat yang
dapat melakukan pelacakan, penelusuran medan pencarian guna memotong
jalur-jalur perjalanan survivor sehingga akian menarik perhatian survivor.
2
Open Grid Search
Kliterianya adalah
efisiensi, pencarian dengan jarak 15-20 meter antara satu personil dengan
personil yang lain sehingga memungkinkan seluruh search area akan tersapu
dengan baik.
Pada daerah yang luas sering
dibutuhkan untuk meninggalkan pada titik awal dan titik akhir pencarian. Tanda
ini akan menunjukkan dari mana team ini masuk, batas kanan, batas kiri dan
titik tengah team. Hal ini akan memudahkan team berikutnya untuk memulai
pencarian sehingga tidak tumpang tindih. Aturan yang baik untuk mengatur jarak
dari tag string lines adalah dapat terlihat dari satu titik ke titik yang lain
dengan jelas sehingga waktu pencarian dapat dioptimalkan. Perlu juga memasang
marker pada daerah-daerah temuan
Adalah kesalahan umum dalam
perkiraan para pemula bahwa secara otomatis dengan bergerak berjajar kemuka,
maka secara langsung dapat meliput dengan cermat lokasi pencarian. Sering
dengan jarak yang sempit suatu akan terlewati apabila pencarian sepenuhnya
dilakukan. Dengan demikian sangatlah
penting untuk melihat sekitar kita secara agresif, setiap kita menemukan batang
pohon maka kita berusaha melihat adakah sesuatu yang tersembunyi di belakannya,
bila kita berjalan melewati tempat yang rimbun atau celah harus selalu ada
dugaan bahwa bila saja sesuatu yang tersembunyi didalamnya. Ini memang jenuh
tetapi ini adalah hal yang terpenting dilakukan, dalam pencarian ini juga
sangat perlu untuk melihat kebelakang karena terkadang sesuatu subjek kurang
jelas ketika kita lihat dari muka. Bila bentuk pencarian ini kita anggap
sabagai sesuatu yang manarik maka akan lebih efektif hasilnya.
4.
Tracking mode
Mengikuti jejak-jejak atau
barang-barang yang tercecer yang
ditinggalkan orang yang hilang dan biasanya melibatkan orang terlatih
dan anjing pelacak.
5.
Evacuation mode.
Memberikan perawatan kepada
korban dan membawanya dengan tandu apabila dibutuhkan ketitik pembebasan yang
aman.
6.
Operation stage ( tahap
operasi)
a.
Persiapan
Setelah SMC melakukan
analisa perhitungan titik datum dan search area, SMC bersama staffnya melakukan
pembentukan SRU. Dengan pedoman pada daftar personil yang mendaftar (dalam
daftar itu desebutkan juga kemampuan/pengalaman tiap personilyang akan ikut
dalam SAR).
Factor yang perlu
dipertimbangkan dalam pembentukan SRU antara lain:
a.
Jadwal pencarian
b.
Perlengkapan yang diperlukan bagi unit SAR.
c.
Kebutuhan angkut bagi unit SAR, bila jauh dari search area.
d.
Kebutuhan perbekalan makanan, air dan dukungan-dukungan lain
yang diperlukan
e.
Jumlah personil SRU yang tersedia.
f.
Luas dan macam dari tiap-tiap search area.
g.
Arah kemana nantinya jejak pencarian ( search track)
dikerjakan
h.
Jarak antara jejak pencarian (track spacing) yang digunakan.
b.
Brefing.
a.
Brefing diadakan sebelum pemberangkatan, briefing ini
setidak-tidaknya meliputi:
b.
Penjelasan ciri-ciri dan sifat-sifat survivor.
c.
Jumlah survivor.
d.
Kemungkinan selamat dan kondisi survivor.
e.
Kemungkinan medan dan cuaca yang akan dihadapi.
f.
Usul pola pencarian dan teknik persiapannya.
g.
Jadwal komunikasi dan frekuensi yang digunakan
h.
Pengisian checklist.
Setiap pengiriman SRU
semestinya dibekali dengan briefing SAR yang memadai. Tanpa adanya briefing
ini, waktu, tenaga dan biaya akan terbuang sia-sia, SMC dapat menunjuk seorang
petugas untuk tugas memberi briefing kepada seluruh SRU yang digunakan.
c.
Pemberangkatan SRU
Pemberangkatan ini diberi
jarak waktu dan setiap 15 atau 20 menit SRU melapor jalur yang telah dilalui
sehingga staff SMC dapat memonitor gerakan SRU ( mengeplot jalur perjalanan
stiap SRU sejak awal)
d.
Pencarian di search area
a)
Segera setelah SRU tiba dititik awal
pencarian, SRU memasang marker SAR, melaksanakan pola pencarian dan melaporkan
keadaan cuaca.
b)
Pada setiap 15 atau 20 menit SRU memberi
laporan kepada SMC
c)
Laporan SRU meliputi : laporan situasi,
laporan bila melihat survivor, laporan bila menemukan tanda-tanda yang
ditinggalkan survivor, laporan bila menemukan survivor.
Waktu melihat sasaran,
seringkali terjadi dimana SRU melihat sasaran, tetapi kemudian kehilangan
sasaran pada waktu SRU mencoba mengenali/mendekati.
Prosedur bila melihat survivor
masih hidup, hal-hal yang harus dilakukan :
a)
Jaga jangan sampai survivor terlepas dari pandangan.
b)
Tandai posisi secepanya.
c)
Laporkan kepada SMC.
d)
Lakukan pertolongan bila hal ini memungkinkan dikerjakan.
e)
Usahakan agar survivor mengetahui bahwa dirinya sudah
ditemukan
f)
Tentukan posisi survivor.
Isi laporan bila menemukan
survivor antara lain:
a)
Posisi survivor.
b)
Identitas survivor.
c)
Keadaan fisik survivor.
d)
Keadaan cuaca, angin, dan kondisi sekitarnya.
e)
Jenis peralatan yang ada dan yang akan diperlukan.
Setelah waktu efektif
tercapai SRU akan ditarik dan diganti dengan SRU baru, bila survivor telah
ditemukan dan telah diadakan evakuasi, seluru SRU ditarik keposko.
Menangani survivor.
a)
Adakan triage.
Catat semua usaha-usaha
penyelamatan yang dibutuhkan.
b)
Melakukan debriefing singkat kepada survivor.
c)
Melengkapi triage dan melakukan pertolongan darurat dalam
batas-batas kemampuan yang ada.
d)
Malakukan langkah-langkah untuk menemukan survivor yang lain
yang masih hilang dan menyiapkan langkah-langkah menuju evakuasi survivor.
e)
Mengamankan harta milik survivor.
f)
Periksa harta milik survivor yang tewas, tanda-tanda
istimewa/ciri-ciri survivor untuk selanjutnya dilakukan pencatatan yang teliti
untuk keperluan identifikasi.
Petugas SRU seyogyanya sadar
akan kondisi-kondisi psychology dari survivor, misalnya survivor dalam keadaan
sedih yang mendalam , putus asa, ingin bunuh diri. Survivor yang telah berhasil
ditolong seyogyanya tidak ditinggal sendirian, terutama bila survivor
menunjukkan tanda-tanda kelelahan fisik ataupun mental.
7.
Mission conclution stage
(tahap pengembalian)
Penyerahan survivor.
Setelah SRU
membawa survivor yang telah ditemukan kepada SMC diposko, maka petugas SMC akan
memeriksa kesehatan survivor dan menyerahkan kepada pejabat yang berwenang
dengan dilengkapi dengan dokumen-dokumen penyerahan. SMC juga punya kewenangan
menghentikan kegiatan SAR bila dalam jangka waktu tertentu dan
pertimbangan-pertimbangan tertentu survivor belum
ditemukan, pertimbangan itu angara lain:
a)
Factor lamanya pencarian.
b)
Daya tahan survivor.
c)
Sampai tingkat mana usaha-usaha pencarian dilakukan.
d)
Faktor biaya dan lain-lain.
Mission
conclution stage ini merupakan tahap akhir dari rangkaian tahap kerja SAR. Hal-hal yang biasa dilakukan pada tahap ini
adalah:
a.
Penarikan SRU.
b.
Debriefing bagi semua crew dan SRU yang terlibat.
c.
Pengambilan alat yang digunakan.
d.
Mencatat semua usaha pencarian serta hasilnya untuk keperluan
dokumentasi.
e.
Pembubaran SAR.
f.
Pemberitahuan kepada semua unit ataupun instansi yang
disiagakan, bahwa SAR telah selesai.
Petunjuk pemakaian marker dalam operasi SAR.
MARKER dipasang dilapangan untuk:
Memberi tanda/keterangan di CSP (commence search
point)
Memberi tanda titik akhir penyapuan.
Member tanda titik-titik ditemukannya sesuatu/barang
yang dicurigai dan diduga milik survivor.
Pengisian marker SAR gunung hutan
Regu
: diisi nama regu/SRU, misalnya
SRU 1, SRU 2, dan sebagainya.
Jumlah personil :
diisi jumlah personil didalam SRU tersebut.
Marker no. : diisi
nomor urut pemasangan marker.
Koordinat :
diisi koordinat titik dipasangnya marker ini, dan ketinggian mdpl.
Informasi search area : diisi search area yang harus disapu oleh
regu tersebut berdasarkan tugas dari SMC/OSC atau mungkin sudah terjadi
perubahan dari SRU sendiri (jangan diisi diposko)
Formasi penyapuan : diisi bentuk formasi SRU saat mengadakan
penyapuan (akan dilaksanakan atau sudah selesai).
Tepe of
gri : pengisi type of grid
dimaksudkan agar lebar sapuan terinformasi. ( dalam meter) misal: type of grid
5 compass 5.
5 compass 5 : artinya personil dalam SRU
tersebut jumlahnya 5 orang, compass artinya patokan/guide yang dipakai untuk
arah penyapuan
adalah compass.
5 sungai
2 : 5 artinya
poersonil dalam SRU tersebut jumlahnya 5 orang., sungai artinya patokan/guide
yang dipakai untuk arah menyapu sungai., 2 artinya jarakj antar masing-masing
personil 2 meter ( 2 x 2 = 10 meter).
Arah penyapuan : diisi arah sudut kompas
yang digunakan ( k = 30 ).
Informasi penyapuan
01. Beri
cross dalam tanda ditemukan disini, bila SRU menemukan benda/barang yang
dicurigai sebagai milik survivor.
02. Beri
cross dalam tanda dibawa, bila SRU akan membawa barang yang ditemukan, atau
diberi cros dalam tanda ditinggalkan, bila SRU tidak akan membawa barang yang
ditemukan tersebut.
03. Jenis
barang/benda yang ditemukan, berikut diskripsinya ditulis dikolom.
Catatan SRU
DI isi pesan-pasan untuk team yang memungkinkan akan
mengadakan penyapuan ulang dalam menemukan marker, dapat berisi informasi
tentang hasil penyapuan, keadaan medan daerah penyapuan, dan hal-hal penting
lainnya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّٱلْعَٰلَمِين