--> بِسْــــــــــــــــمِاﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Minggu, 22 Desember 2013

BISNIS DAN ETIKA

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

1.     Mitos bisnis amoral

Disini digambarkan bahwa kerja orang bisnis adalah berbisnis dan bukan beretika, atau lebih tepatnya bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali.
Atas dasar ini muncul beberapa argument yang pada dasarnya mau memperlihatkan bahwa antara bisnis dan etika tidak ada hubungannya sama sekali.        

1.       Pertama
Bisnis tak ubahnya sebuah permainan judi, atau permainan pada umumnya. bisnis adalah bentuk persaingan yang mengutamakan kepentingan pribadi untuk meraih kemenangan. Dengan persaingan yang begitu ketat, cenderung menghalalkan segala cara demi memoperoleh keuntungan dan tidak mengindahkan nilai-nilai etika.

2.       Kedua
Baik tidaknya bisnis bukan ditentukan oleh sejauh mana kegiatan bisnis dijalankan secara pantas atau tidak pantas menurut kaidah-kaidah moral. Melainkan berdasarkan aturan dan kebiasaan yang dipraktekkan dalam dunia bisnis. Karena itu, bisnis tidak bisa dinilai dengan aturan moral dan social sebagaimana yang kita temukan dalam kehidupan social pada umumnya.

3.       Ketiga
Orang yang masih mau mematuhi aturan moral akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan ditengah persaingan ketat tersebut. Dengan kata lain ditengah persaingan bisnis yang ketat, orang yang masih memperhatikan etika dan moralitas akan kalah, merugi, dan tersingkir dengan sendirinya.

Dari ketiga argument-argumen diatas masih diperkuat dengan dua argument lagi sebagai berikut:

a)        Kalau suatu bisnis dibenarkan secara legal, karena ada aturan hukumnya yang berlaku, secara moral pun praktik bisnis harus diterima dan dibenarkan. Dengan kata lain, yang perlu diperhatikan orang bisnis  adalah paling kurang mematuhi aturan hukum yang ada dan tidak perlu menghiraukan etika dan moralitas.
b)        Jika suatu praktik begitu umum diterima dan dijalankan dimana-mana sehingga menjadi semacam norma, semua orang lain tinggal menyesuaikan diri dengan prektik semacam itu, walau entah bertentangan dengan moral atau tidak.

Kesimpulannya, dalam pandangan Mitos bisnis amoral bisnis dan etika adalah dua hal yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Bahkan dalam argument diatas disampaikan diatas bahwa, etika bertentangan dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat, maka orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan norma-norma dan nilai-nilai moral.
Tanpa mengabaikan kenyataan adanya praktik bisnis yang tidak etis dalam kehidupan kita sehari-hari, ada beberapa argument yang dapat diajukan untuk memperlihatkan bahwa bisnis amoral sesungguhnya tidak sepenuhnya benar, justru sebaliknya sangat terkait didalam menjalankannya. Seperti yang dinyatakan dalam argument-argumen dibawah ini.

1)         Pertama
bisnis memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat, yang cenderung mengarah kapada kecurangan-kecurangan guna mendapatkan tujuannya. Tapi perlu diingat bahwa dalam bisnis menyangkut nilai-nilai yang hakiki seperti kehidupan manusia maupun kelangsungan hidup yang lainnya. Jangan sampai dalam bisnis merugikan diri sendiri, orang sekitar, maupun lebih luas lagi kekehidupan lainnya.

2)         Kedua
Bisnis dilakukan diantara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Itu berarti norma atau nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam kehidupan pada umumnya, mau tidak mau juga ikut dibawa serta dalam kegiatan dan kegiatan dan kehidupan bisnis seorang pelaku bisnis sebagai manusia.

3)         Ketiga
Harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Suatu praktek atau kegiatan mungkin saja dibenarkan dan diterima secara legal karena ada dasar hukumnya. Tapi tidak semua aturan hukum adalah baik secara moral, Karena bisa saja aturan hukum itu tidak baik, tidak adil, dan tidak etis sebagai hasil dari permainan politik yang tidak fair dan arogan.

4)         Keempat
Etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, suatu gejala atau fakta yang berulang terus dan terjadi di mana-mana menjadi alasan yang sah bagi kita untuk menarik sebuah teori atau hukum ilmiah yang sah dan berlaku universal. Dari kenyataan adanya sogok, suap-menyap, kolusi, monopoli, nepotisme yang terjadi berulang kali dan bisa disimpulkan secara sah bahwa semua praktik ini adalah praktik yang normative dan semua pelaku bisnis yang berhasil harus melakukan praktek yang sama. Tidak benar dan menyesatkan argument tersebut. kalau kecurangan, korupsi, pemerasan, penindasan buruh dan sebagainya yang masih ditemukan dalam dunia bisnis dianggap sebagai praktek yang sah, apalagi diterima sebagai semacam norma dalam kegiatan bisnis.

5)         Kelima
Sebagai manusia yang bermoral, para pelaku bisnis dalam lubuk hatinya yang terdalam juga sesunggunya tidak mau merugikan masyarakat (konsumen) sebagaimana dia sendiri sebagai konsumen tidak ingin dirugikan oleh produsen manapun.


2.     Keuntungan dan etika

Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya. Sedangkan dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk, bahkan keuntungan merupakan hal yang baik dan dapat diterima, karena keuntungan memungkinkan suatu perusahaan bertahan dalam kegiatan bisnisnya. Dengan tanpa memperoleh keuntungan tidak ada penanam modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan kerena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin kemakmuran nasional. Keuntungan memungkinkan  poerusahaan tidak hanya bertahan melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada tingkat dan taraf hidup yang semakin baik. Lebih dari itu, dengan keuntungan yang terus diperoleh, perusahaan dapat menggembangkan terus usahanya dan berarti membuka lapangan kerja bagi banyak orang lainnya, dan dengan demikian memajukan ekonomi nasional.
Ada beberapa argument yang dapat diajukan disini untuk menunjukkan bahwa justru demi memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan.

1      Pertama
Dalam bisnis modern dewasa ini para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesinal di bidangnya. Mereka dituntut mempunyai keahliah dan keterampilan bisnis yang melebihi keterampilan dan keahlian bisnis orang kebanyakan lainnya. Namun yang menarik, kinerja ini tidak hanya menyangkut aspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni, melainkan juga menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis ini juga menyangkut komitmen moral, Integritas moral, pelayanan, sikap mengutamakan mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan, dan sebagainya yang lama kelamaan akan berkembang mejadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan.

2      Kedua
Dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa konsumen adalah benar-benar raja. Karena dalam pasar yang bebas dan terbuka, dimana ada beragam barang dan jasa yang ditawarkan dengan harga murah dan mutu yang kompetitif, sekali konsumen dirugikan mereka akan berpaling dari perusahaan tersebut. Ini punya efek berangkai yang mempengaruhi konsumen lainnya sehingga lama kelamaan kalau perusahaan tidak hati-hati malah akan dijauhi oleh semua konsumen.

3      Ketiga
Daripada melakukan bisnis dengan melanggar hak dan kepentingan pihak tertentu yang akan mengakibatkan campur tangan pemerintah yang dapat merugikan bisnis tersebut, para pelaku bisnis lalu berusaha sedapat mungkin untuk secara proaktif berbisnis secara baik dan etik.



4      Keempat
Perusahaan-perusahaan modern emakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang siapa utnuk dieksploitasi demi mengeruk keuntugnan sebesar-besarnya. Justru sebaliknya, karyawan semakin dianggap sebagai subjek utama dari bisnis suatu perusahaan yang sangat menentukan berhasil tidaknya, bertahan tidaknya perusahaan tersebut. Karena itu yang paling ideal bagi perusahaan modern sekarang ini adalah bagaimana menjaga dan mempertahankan tenaga kerja professional yang ada daripada membiarkan karyawan yang profenional itu pergi setiap saat. Termasuk dalam langkah tersebut adalah dengan memberikan gaji yang baik, pengharhaan yang baik, sikap yang baik, suasana kerja yang baik, perlakuan yang adil dan fair kepada semua karyawan atas dasar-dasar yang rasional dan objective, perlakuan yang manusiawi, jaminan terhadap hak-hak karyawan dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa justru demi bertahan dalam persaingan yang ketat, justru demi tetap meraih keuntungan, perusahaan modern menyadari bahwa mereka perlu memperlakukan karyawan secara baik dan etis.

Kesimpulan. Berdasarkan argument-argumen pada bagian ini, maupun pada bagian sebelumnya, terlihat jelas bahwa mitos bisnis amoral adalah mitos yang tidak benar. Justru sebaliknya, bisnis sangat berkaitan dengan etika, bahkan sangat mengandalkan etika.

Bisnis sangat berkaitan dengan etika sesuai dengan argumen-argumen diatas, tetapi kenapa masih ada praktik-praktik bisnis yang terang-terangan melanggar norma dan nilai-nilai moral yang siapa pun akan mengutuknya. Ada beberapa jawaban yang bisa menjelaskannya.

                    I.             pertama
Adalah hal yang manusiawi bahwa tidak ada seorangpun yang bersih dan seratus persen etis dan bermoral dalam seluruh tindakannya. Tetapi ini tidak berarti bahwa tidak mengenal etika.

                  II.            Kedua
Secara khusus untuk bisnis di Indonesia, praktik bisnis yang tidak etis, tidak baik, dan tidak fair yang sering kita temukan dalam dunia bisnis kita sesungguhnya terutama disebabkan oleh adanya peluang yang diberikan oleh system ekonomi dan politik kita. Dengan kata lain, kesadaran mengenai pentingnya berbisnis secara baik dan etis belum memadai kalau tidak disertai oleh system ekonomi politik yang memberlakukan peraturan bisnis yang baik disertai dengan aparat pemerintah yang siap bersikap tegas dan netral tanpa pandang bulu kepada siapa saja yang melanggar bak dan kepentingan pihak lain.

                III.            Ketiga
Ada kemungkinan lain bahwa praktik bisnis tertentu melanggar norma dan nilai norma tertentu karena pelakunya berada dalam keadaan terpaksa. Artinya Dia sadar betul yang dilakukannya melanggar etika, tapi terpaksa dilakukannya karena alasan-alasan  tertentu yang masuk akal dan dapat diterima dan dapat diterima.

3.     Sasaran dan lingkup etika bisnis

Ada tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis antara lain:
1.       Pertama
Etika bisnis sebagai etika profesi membahas prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktik bisnis yang baik dan etis. Etika bisnis lalu berfungsi menggugah kesadaran moral para pelaku binis untuk berbisnis secara baik dan etis demi nilai-nilai luhur tertentu (kejujuran, tanggung jawab, pelayanan, hak dan kepentingan orang lain, dan seterusnya) dan demi kepentingan bisnisnya sendiri.
2.       Kedua
Selain hal diatas juga perlu diperhatikan untuk kepentingan lainnya yang masih terkait dengan  bisnis tersebut baik itu masyarakat, khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik asset umum semacam lingkungan hidup, akan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh kegitan bisnis apapun.
3.       Ketiga
Etika bisnis juga berbicara mengenai system ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktik bisnis. Dalam hal ini lebih bersifat makro, yang karena itu barangkali lebih tepat disebut sebagai etika ekonomi.

Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang lainnya dan bersama-sama menentukan baik tidaknya, etis tidaknya praktik bisnis.


ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّٱلْعَٰلَمِين

1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.