1. Mitos
bisnis amoral
Disini digambarkan bahwa kerja orang
bisnis adalah berbisnis dan bukan beretika, atau lebih tepatnya bisnis amoral
mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika
tidak ada hubungan sama sekali.
Atas dasar ini muncul beberapa argument yang pada dasarnya mau
memperlihatkan bahwa antara bisnis dan
etika tidak ada hubungannya sama sekali.
1.
Pertama
Bisnis tak ubahnya sebuah permainan judi,
atau permainan pada umumnya. bisnis adalah bentuk persaingan yang mengutamakan
kepentingan pribadi untuk meraih kemenangan. Dengan persaingan yang begitu
ketat, cenderung menghalalkan segala cara demi memoperoleh keuntungan dan tidak
mengindahkan nilai-nilai etika.
2.
Kedua
Baik tidaknya bisnis bukan ditentukan oleh
sejauh mana kegiatan bisnis dijalankan secara pantas atau tidak pantas menurut
kaidah-kaidah moral. Melainkan berdasarkan aturan dan kebiasaan yang
dipraktekkan dalam dunia bisnis. Karena itu, bisnis tidak bisa dinilai dengan
aturan moral dan social sebagaimana yang kita temukan dalam kehidupan social
pada umumnya.
3.
Ketiga
Orang yang masih mau mematuhi aturan moral
akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan ditengah persaingan ketat
tersebut. Dengan kata lain ditengah persaingan bisnis yang ketat, orang yang
masih memperhatikan etika dan moralitas akan kalah, merugi, dan tersingkir
dengan sendirinya.
Dari ketiga argument-argumen diatas masih
diperkuat dengan dua argument lagi sebagai berikut:
a)
Kalau suatu bisnis dibenarkan secara legal,
karena ada aturan hukumnya yang berlaku, secara moral pun praktik bisnis harus
diterima dan dibenarkan. Dengan kata lain, yang perlu diperhatikan orang bisnis
adalah paling kurang mematuhi aturan hukum
yang ada dan tidak perlu menghiraukan etika dan moralitas.
b)
Jika suatu praktik begitu umum diterima dan
dijalankan dimana-mana sehingga menjadi semacam norma, semua orang lain tinggal
menyesuaikan diri dengan prektik semacam itu, walau entah bertentangan dengan
moral atau tidak.
Kesimpulannya,
dalam pandangan Mitos bisnis amoral
bisnis dan etika adalah dua hal yang berbeda dan terpisah satu sama lain.
Bahkan dalam argument diatas disampaikan diatas bahwa, etika bertentangan
dengan bisnis dan akan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang
ketat, maka orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan norma-norma
dan nilai-nilai moral.
Tanpa mengabaikan kenyataan adanya praktik
bisnis yang tidak etis dalam kehidupan kita sehari-hari, ada beberapa argument yang dapat diajukan untuk
memperlihatkan bahwa bisnis amoral
sesungguhnya tidak sepenuhnya benar, justru sebaliknya sangat terkait didalam
menjalankannya. Seperti yang dinyatakan dalam argument-argumen dibawah ini.
1)
Pertama
bisnis memang sering diibaratkan dengan
judi bahkan sudah dianggap sebagai semacam judi atau permainan penuh persaingan
yang ketat, yang cenderung mengarah kapada kecurangan-kecurangan guna
mendapatkan tujuannya. Tapi perlu diingat bahwa dalam bisnis menyangkut
nilai-nilai yang hakiki seperti kehidupan manusia maupun kelangsungan hidup yang
lainnya. Jangan sampai dalam bisnis merugikan diri sendiri, orang sekitar,
maupun lebih luas lagi kekehidupan lainnya.
2)
Kedua
Bisnis dilakukan diantara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Itu berarti norma atau
nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam kehidupan pada umumnya, mau tidak
mau juga ikut dibawa serta dalam kegiatan dan kegiatan dan kehidupan bisnis
seorang pelaku bisnis sebagai manusia.
3)
Ketiga
Harus dibedakan antara legalitas dan
moralitas. Suatu praktek atau kegiatan mungkin saja dibenarkan dan diterima
secara legal karena ada dasar hukumnya. Tapi tidak semua aturan hukum adalah
baik secara moral, Karena bisa saja aturan hukum itu tidak baik, tidak adil,
dan tidak etis sebagai hasil dari permainan politik yang tidak fair dan arogan.
4)
Keempat
Etika harus dibedakan dari ilmu empiris.
Dalam ilmu empiris, suatu gejala atau fakta yang berulang terus dan terjadi di
mana-mana menjadi alasan yang sah bagi kita untuk menarik sebuah teori atau
hukum ilmiah yang sah dan berlaku universal. Dari kenyataan adanya sogok,
suap-menyap, kolusi, monopoli, nepotisme yang terjadi berulang kali dan bisa
disimpulkan secara sah bahwa semua praktik ini adalah praktik yang normative
dan semua pelaku bisnis yang berhasil harus melakukan praktek yang sama. Tidak benar dan menyesatkan argument tersebut.
kalau kecurangan, korupsi, pemerasan, penindasan buruh dan sebagainya yang
masih ditemukan dalam dunia bisnis dianggap sebagai praktek yang sah, apalagi
diterima sebagai semacam norma dalam kegiatan bisnis.
5)
Kelima
Sebagai manusia yang bermoral, para pelaku
bisnis dalam lubuk hatinya yang terdalam juga sesunggunya tidak mau merugikan masyarakat
(konsumen) sebagaimana dia sendiri sebagai konsumen tidak ingin dirugikan oleh
produsen manapun.
2. Keuntungan
dan etika
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan, walaupun bukan merupakan
tujuan satu-satunya. Sedangkan dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah
hal yang buruk, bahkan keuntungan merupakan hal yang baik dan dapat diterima,
karena keuntungan memungkinkan suatu perusahaan bertahan dalam kegiatan
bisnisnya. Dengan tanpa memperoleh keuntungan tidak ada penanam modal yang bersedia
menanamkan modalnya, dan kerena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas
ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin kemakmuran
nasional. Keuntungan memungkinkan
poerusahaan tidak hanya bertahan melainkan juga dapat menghidupi
karyawan-karyawannya bahkan pada tingkat dan taraf hidup yang semakin baik.
Lebih dari itu, dengan keuntungan yang terus diperoleh, perusahaan dapat
menggembangkan terus usahanya dan berarti membuka lapangan kerja bagi banyak
orang lainnya, dan dengan demikian memajukan ekonomi nasional.
Ada beberapa argument yang dapat diajukan
disini untuk menunjukkan bahwa justru demi memperoleh keuntungan etika sangat
dibutuhkan.
1
Pertama
Dalam bisnis modern dewasa ini para pelaku
bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesinal di bidangnya. Mereka
dituntut mempunyai keahliah dan keterampilan bisnis yang melebihi keterampilan
dan keahlian bisnis orang kebanyakan lainnya. Namun yang menarik, kinerja ini
tidak hanya menyangkut aspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis murni,
melainkan juga menyangkut aspek etis.
Kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis ini juga menyangkut komitmen
moral, Integritas moral, pelayanan, sikap mengutamakan mutu, penghargaan
terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan, dan
sebagainya yang lama kelamaan akan berkembang mejadi sebuah etos bisnis dalam
sebuah perusahaan.
2
Kedua
Dalam persaingan bisnis yang ketat para
pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa konsumen adalah benar-benar raja.
Karena dalam pasar yang bebas dan terbuka, dimana ada beragam barang dan jasa
yang ditawarkan dengan harga murah dan mutu yang kompetitif, sekali konsumen
dirugikan mereka akan berpaling dari perusahaan tersebut. Ini punya efek
berangkai yang mempengaruhi konsumen lainnya sehingga lama kelamaan kalau
perusahaan tidak hati-hati malah akan dijauhi oleh semua konsumen.
3
Ketiga
Daripada melakukan bisnis dengan melanggar
hak dan kepentingan pihak tertentu yang akan mengakibatkan campur tangan
pemerintah yang dapat merugikan bisnis tersebut, para pelaku bisnis lalu
berusaha sedapat mungkin untuk secara proaktif berbisnis secara baik dan etik.
4
Keempat
Perusahaan-perusahaan modern emakin
menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang siapa utnuk dieksploitasi demi
mengeruk keuntugnan sebesar-besarnya. Justru sebaliknya, karyawan semakin
dianggap sebagai subjek utama dari bisnis suatu perusahaan yang sangat
menentukan berhasil tidaknya, bertahan tidaknya perusahaan tersebut. Karena itu
yang paling ideal bagi perusahaan modern sekarang ini adalah bagaimana menjaga
dan mempertahankan tenaga kerja professional yang ada daripada membiarkan
karyawan yang profenional itu pergi setiap saat. Termasuk dalam langkah
tersebut adalah dengan memberikan gaji yang baik, pengharhaan yang baik, sikap
yang baik, suasana kerja yang baik, perlakuan yang adil dan fair kepada semua
karyawan atas dasar-dasar yang rasional dan objective, perlakuan yang
manusiawi, jaminan terhadap hak-hak karyawan dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa justru demi bertahan dalam persaingan yang
ketat, justru demi tetap meraih keuntungan, perusahaan modern menyadari bahwa
mereka perlu memperlakukan karyawan secara baik dan etis.
Kesimpulan. Berdasarkan argument-argumen
pada bagian ini, maupun pada bagian sebelumnya, terlihat jelas bahwa mitos
bisnis amoral adalah mitos yang tidak benar. Justru sebaliknya, bisnis sangat
berkaitan dengan etika, bahkan sangat mengandalkan etika.
Bisnis sangat berkaitan dengan etika
sesuai dengan argumen-argumen diatas, tetapi kenapa masih ada praktik-praktik
bisnis yang terang-terangan melanggar norma dan nilai-nilai moral yang siapa
pun akan mengutuknya. Ada beberapa jawaban yang bisa menjelaskannya.
I.
pertama
Adalah hal yang manusiawi bahwa tidak ada
seorangpun yang bersih dan seratus persen etis dan bermoral dalam seluruh tindakannya.
Tetapi ini tidak berarti bahwa tidak mengenal etika.
II.
Kedua
Secara khusus untuk bisnis di Indonesia,
praktik bisnis yang tidak etis, tidak baik, dan tidak fair yang sering kita
temukan dalam dunia bisnis kita sesungguhnya terutama disebabkan oleh adanya
peluang yang diberikan oleh system ekonomi dan politik kita. Dengan kata lain,
kesadaran mengenai pentingnya berbisnis secara baik dan etis belum memadai
kalau tidak disertai oleh system ekonomi politik yang memberlakukan peraturan
bisnis yang baik disertai dengan aparat pemerintah yang siap bersikap tegas dan
netral tanpa pandang bulu kepada siapa saja yang melanggar bak dan kepentingan
pihak lain.
III.
Ketiga
Ada kemungkinan lain bahwa praktik bisnis
tertentu melanggar norma dan nilai norma tertentu karena pelakunya berada dalam
keadaan terpaksa. Artinya Dia sadar betul yang dilakukannya melanggar etika,
tapi terpaksa dilakukannya karena alasan-alasan
tertentu yang masuk akal dan dapat diterima dan dapat diterima.
3. Sasaran dan
lingkup etika bisnis
Ada tiga sasaran dan lingkup pokok etika
bisnis antara lain:
1.
Pertama
Etika bisnis sebagai etika profesi membahas
prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktik bisnis yang baik dan
etis. Etika bisnis lalu berfungsi menggugah kesadaran moral para pelaku binis
untuk berbisnis secara baik dan etis demi nilai-nilai luhur tertentu
(kejujuran, tanggung jawab, pelayanan, hak dan kepentingan orang lain, dan
seterusnya) dan demi kepentingan bisnisnya sendiri.
2.
Kedua
Selain hal diatas juga perlu diperhatikan
untuk kepentingan lainnya yang masih terkait dengan bisnis tersebut baik itu masyarakat,
khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik asset umum
semacam lingkungan hidup, akan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar
oleh kegitan bisnis apapun.
3.
Ketiga
Etika bisnis juga berbicara mengenai system
ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktik bisnis. Dalam hal
ini lebih bersifat makro, yang karena itu barangkali lebih tepat disebut
sebagai etika ekonomi.
Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini
berkaitan erat satu dengan yang lainnya dan bersama-sama menentukan baik
tidaknya, etis tidaknya praktik bisnis.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّٱلْعَٰلَمِين
1 komentar:
Posting Komentar